Kamis, 30 Juni 2016

Neraca Pembayaran, Arus Modal Asing dan Utang Luar Negri

Neraca Pembayaran
Neraca pembayaran merupakan suatu ikhtisar yang meringkas transaksi-transaksi antara penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Neraca pembayaran mencakup pembelian dan penjualan barang dan jasa, hibah dari individu dan pemerintahasing, dan transaksi finansial. Umumnya neraca pembayaran terbagi atas neraca transaksi berjalan (yang terdiri dari neraca perdagangan, neraca jasa dan transfer payment) dan neraca lalu lintas modal dan finansial, dan item-item finansial.
Transaksi dalam neraca pembayaran dapat dibedakan dalam dua macam transaksi.
  1. Transaksi debit, yaitu transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari dalam negeri ke luar negeri. Transaksi ini disebut transaksi negatif (-), yaitu transaksi yang menyebabkan berkurangnya posisi cadangan devisa.
  2. Transaksi kredit adalah transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari luar negeri ke dalam negeri. Transaksi ini disebut juga transaksi positif (+), yaitu transaksi yang menyebabkan bertambahnya posisi cadangan devisa negara.
Arus Modal Masuk


Besarnya arus modal masuk ke Indonesia, sebagai akibat pertumbuhan perekonomian yang tetap terjaga dalam beberapa tahun terakhir, harus dapat dimanfaatkan untuk mendanai proyek-proyek jangka panjang. Mengelola arus modal masuk (capital inflow) ke dalam kawasan merupakan sebuah tantangan yang sulit, yang dihadapi negara-negara emerging market seperti Indonesia karena dapat membawa berbagai risiko potensial terhadap stabilitas keuangan.
Seperti yang telah diketahui, untuk menjaga stabilitas moneter akibat derasnya arus modal masuk ke Indonesia dan besarnya likuiditas saat ini, BI menerapkan beberapa kebijakan yang diapresiasi Bank Dunia dan IMF sebagai langkah yang tepat.
Utang Luar Negri
Utang luar negeri atau pinjaman luar negeri, adalah sebagian dari total utang suatu negara yang diperoleh dari para kreditor di luar negara tersebut. Dalam jangka pendek, utang luar negeri sangat membantu pemerintah Indonesia dalam upaya menutup defisit anggaran pendapatan dan belanja negara, akibat pembiayaan pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan yang cukup besar. Pinjaman luar negeri adalah semua pinjaman yang menimbulkan kewajiban membayar kembali terhadap pihak luar negeri baik dalam valuta asing maupun dalam Rupiah. Termasuk dalam pengertian pinjaman luar negeri adalah pinjaman dalam negeri yang menimbulkan kewajiban membayar kembali terhadap pihak luar negeri. Pinjaman luar negeri yang diterima Pemerintah, dimaksudkan sebagai pelengkap pembiayaan pembangunan, disamping sumber pembiayaan yang berasal dari dalam negeri berupa hasil perdagangan luar negeri, penerimaan pajak dan tabungan baik tabungan masyarakat dan sektor swasta. Salah satu masalah dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi yang dihadapi negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah keterbatasan modal dalam negeri.

Sejarah Singkat Utang Pemerintah Indonesia Eksploitasi sumber-sumber agraria perusahaan-perusahaan transnasional Amerika di Indonesia, telah berlangsung semenjak periode sejarah penjajahan hingga sekarang. Untuk kepentingan itulah, Amerika Serikat senantiasa melakukan intervensi politik dan militer terhadap perkembangan situasi di Indonesia semenjak masa Perang Revolusi Kemerdekaan Nasional Indonesia di tahun 1945 hingga sampai saat ini. Dengan difasilitasi pemerintahan koloniali Hindia-Belanda, terutama setelah diberlakukannya Agrarische Wet pada tanggal 9 April 1870, perusahaan-perusahaan transnasional Amerika seperti Caltex (California Texas Oil Corporation), pada tahun 1920-an telah meneguk laba di tengah kemelaratan rakyat Indonesia di bawah penindasan kolonialisme Belanda. Untuk itulah paska proklamasi kemerdekaan Indonesia, Amerika merestui bahkan – kendaraan dan seragam serdadu Belanda bertuliskan US Marines – invasi militer Belanda. Namun kemudian untuk menghindarkan wilayah-wilayah eksplorasi perusahaan-perusahaan transnasional Amerika terkena taktik bumi hangus dari kekuatan-kekuatan pemuda revolusioner bersenjata, Amerika memfasilitasi perundingan Indonesia-Belanda. Dan lewat Konferensi Meja Bundar di Den Haag Belanda tahun 1949, wakil Amerika Serikat, Merle Cohran, sebagai moderator, memihak Belanda dan menuntut dua hal dari Indonesia. Cohran memaksa Indonesia menanggung hutang Hindia Belanda sebesar 1,13 miliar dollar Amerika. Sekitar 70 persen dari jumlah itu adalah hutang pemerintah kolonial, yang 42 persennya merupakan biaya operasi militer dalam menghadapi revolusi pemuda Indonesia. Indonesia juga harus bersetuju semua investasi Belanda (dan pihak asing lainnya) di Indonesia akan dilindungi, tadinya Indonesia dijanjikan akan mendapat bantuan yang cukup besar dari Amerika Serikat untuk melunasi beban hutang tersebut terbukti kosong belaka ketika ternyata yang diberikan hanya 100 juta dolar Amerika dalam bentuk kredit ekspor-impor yang harus dibayar kembali. Namun, dalam dalam konteks kedaulatan nasional, konsensi paling penting yang dipaksakan Cohran adalah setengah bagian New Guinea (Irian Barat) yang secara geografis merupakan bagian Hindia-Belanda yang tidak diserahkan kepada Indonesia karena akan dibicarakan kemudian oleh Indonesia dan Belanda dalam waktu satu tahun. Indonesia sebagai negara yang sedang membangun, ingin mencoba untuk dapat membangun bangsa dan negaranya sendiri tanpa memperdulikan bantuan dari negara lain. Tentu ini pernah dicoba. Namun ternyata Indonesia sulit untuk terus bertahan ditengah derasnya laju globalisasi yang terus berkembang dengan cepat tanpa mau menghiraukan bangsa yang lain yang masih membangun. Dalam kondisi seperti ini, Indonesia akhirnya terpaksa mengikuti arus tersebut, mencoba untuk membuka diri dengan berhubungan lebih akrab dengan bangsa lain demi menunjang pembangunan bangsanya terutama dari sendi ekonomi nasionalnya. Menurut Boediono (1999:22), pertumbuhan ekonomi merupakan tingkat pertambahan dari pendapatan nasional. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi merupakan sebagai proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang dan merupakan ukuran keberhasilan pembangunan. Indonesia sebenarnya pernah memiliki suatu kondisi perekonomian yang cukup menjanjikan pada awal dekade 1980-an sampai pertengahan dekade 1990-an. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Indonesia, pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 1986 sampai tahun 1989 terus mengalami peningkatan, yakni masing-masing 5,9% di tahun 1986, kemudian 6,9% di tahun 1988 dan menjadi 7,5% di tahun 1989. Namun pada tahun 1990 dan 1991 pertumbuhan ekonomi Indonesia mencatat angka yang sama yakni sebesar 7,0%, kemudian tahun 1992, 1993, 1994, 1995, dan 1996, masing-masing tingkat pertumbuhan ekonominya adalah sebesar 6,2%, 5,8%, 7,2%, 6,8%, dan 5,8%. Angka inflasi yang stabil, jumlah pengangguran yang cukup rendah seiring dengan kondusifnya iklim investasi yang ditandai dengan kesempatan kerja yae 1990-an. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Indonesia, pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 1986 sampai tahun 1989 terus mengalami peningkatan, yakni masing-masing 5,9% di tahun 1986, kemudian 6,9% di tahun 1988 dan menjadi 7,5% di tahun 1989. Namun pada tahun 1990 dan 1991 pertumbuhan ekonomi Indonesia mencatat angka yang sama yakni sebesar 7,0%, kemudian tahun 1992, 1993, 1994, 1995, dan 1996, masing-masing tingkat pertumbuhan ekonominya adalah sebesar 6,2%, 5,8%, 7,2%, 6,8%, dan 5,8%. Angka inflasi yang stabil, jumlah pengangguran yang cukup rendah seiring dengan kondusifnya iklim investasi yang ditandai dengan kesempatan kerja yang terus meningkat, angka kemiskinan yang cukup berhasil ditekan, dan sebagainya. Namun, pada satu titik tertentu, perekonomian Indonesia akhirnya runtuh oleh terjangan krisis ekonomi yang melanda secara global di seluruh dunia. Ini ditandai dengan tingginya angka inflasi, nilai kurs Rupiah yang terus melemah, tingginya angka pengangguran seiring dengan kecilnya kesempatan kerja, dan ditambah lagi dengan semakin membesarnya jumlah utang luar negeri Indonesia akibat kurs Rupiah yang semakin melemah karena utang luar negeri Indonesia semuanya dalam bentuk US Dollar.




Bottom of Form


Perdagangan Luar Negri

Pengertian Perdagangan Internasional
Perdagangan internasiona ladalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP. Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun (lihat Jalur Sutra, Amber Road), dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong Industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional.
Teori Perdagangan internasional
I.                   TEORI KLASIK
·         Absolute Advantage dari Adam Smith
Teori Absolute Advantage lebih mendasarkan pada besaran/variable riil bukan moneter sehingga sering dikenal dengan nama teori murni (pure theory) perdagangan internasional. Murni dalam arti bahwa teori ini memusat kan perhatiannya pada variable riil seperti misalnya nilai suatu barang diukur dengan banyaknya tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang. Makin banyak tenaga kerja yang digunakan akan makin tinggi nilai barang tersebut (Labor Theory of value ).
Kelebihan dari teori Absolute advantage yaitu terjadinya perdagangan bebas antara dua negara yang saling memiliki keunggulan absolut yang berbeda, dimana terjadi interaksi ekspor dan impor hal ini meningkatkan kemakmuran negara. Kelemahannya yaitu apabila hanya satu negara yang memilikikeunggulanabsolutmakaperdaganganinternasionaltidakakanterjadikarenatidakadakeuntungan.
•           Comparative Advantage : JS Mill
Teori ini menyatakan bahwa suatu Negara akan menghasilkan dan kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki comparative advantage terbesar dan mengimpor barang yang dimiliki comparative disadvantage ( suatu barang yang dapat dihasilkan dengan lebih murah dan mengimpor barang yang kalau dihasilkan sendiri memakan ongkos yang besar )
Kelebihan untuk teori comparative advantage ini adalah dapat menerangkan berapa nilai tukar dan berapa keuntungan karena pertukaran dimana kedua hal ini tidak dapat diterangkan oleh teori absolute advantage.

II. COMPARATIVE COST DARI DAVID RICARDO
1.      Cost Comparative Advantage ( Labor efficiency )
Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu Negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana Negara tersebut dapat berproduksi relative lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relative kurang/tidak efisien. Berdasarkan contoh hipotesis dibawah ini maka dapat dikatakan bahwa teori comparative advantage dari David Ricardo adalah cost comparative advantage.




2. Production Comperative Advantage ( Laborproduktifiti)
Suatu Negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi relative lebih produktif serta mengimpor barang dimana negarat ersebut berproduksi relative kurang / tidak produktif
Walaupun Indonesia memiliki keunggulan absolut dibandingkan cina untuk kedua produk, sebetulnya perdagangan internasional akan tetap dapat terjadi dan menguntungkan keduanya melalui spesialisasi di masing-masing negara yang memiliki labor productivity.
Kelemahan teorik lasik Comparative Advantage tidak dapat menjelaskan mengapa terdapat perbedaan fungsi produksi antara 2 negara. Sedangkan kelebihannya adalah perdagangan internasional antara dua negara tetap dapat terjadi walaupun hanya 1 negara yang memiliki keunggulan absolut asalkan masing-masing dari negara tersebut memiliki perbedaan dalam cost Comparative Advantage atau production Comparative Advantage. Paham klasik dapat menerangkan comparative advantage yang diperoleh dari perdagangan luar negeri timbul sebagai akibat dari perbedaan harga relative ataupun tenaga kerja dari barang-barang tersebut yang diperdagangkan.

III. TEORI MODERN
Teori Heckscher-Ohlin (H-O) menjelaskan beberapa polaper dagangan dengan baik, negara-negara cenderung untuk mengekspor barang-barang yang menggunakan faktor produksi yang relative melimpah secara intensif
Menurut Heckscher-Ohlin, suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain disebabkan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif yaitu keunggulan dalam teknologi dan keunggulan faktor produksi. Basis dari keunggulan komparatif adalah:


1. Faktor endowment, yaitu kepemilikan faktor-faktor produksi didalam suatu negara.
2. Faktor intensity, yaitu teknologi yang digunakan didalam proses produksi, apakah labor intensity atau capital intensity.


A. The Proportional Factors Theory
Teori modern Heckescher-ohlin atau teori H-O menggunakan dua kurva pertama adalah kurva isocost yaitu kurva yang menggabarkan total biaya produksi yang sama. Dan kurva isoquant yaitu kurva yang menggabarkan total kuantitas produk yang sama. Menurut teori ekonomi mikro kurva isocost akan bersinggungan dengan kurva isoquant pada suatu titik optimal. Jadi dengan biaya tertentu akan diperoleh produk yang maksimal atau dengan biaya minimal akan diperoleh sejumlah produk tertentu.
Analisis teori H-O :
a.       Harga atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing Negara
b.      Comparative Advantage dari suatu jenis produk yang dimiliki masing-masing negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi faktor produksi yang dimilkinya.
c.       Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memilki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk memproduksinya
d.      Sebaliknya masing-masing negara akan mengimpor barang-barang tertentu karena negara tersebut memilki faktor produksi yang relatif sedikit dan mahal untuk memproduksinya.
Kelemahan dari teori H-O yaitu jika jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara relatif sama maka harga barang yang sejenis akan sama pula sehingga perdagangan internasional tidak akan terjadi.


B. Paradoks Leontief
Wassily Leontief seorang pelopor utama dalam analisis input-output matriks, melalui study empiris yang dilakukannya pada tahun 1953 menemukan fakta, fakta itu mengenai struktur perdagangan luar negri (ekspor dan impor). Amerika serikat tahun 1947 yang bertentangan dengan teori H-O sehingga disebut sebagai paradoks leontief
Berdasarkan penelitian lebiih lanjut yang dilakukan ahli ekonomi perdagangan ternyata paradox liontief tersebut dapat terjadi karena empat sebab utama yaitu :
a.       Intensitas faktor produksi yang berkebalikan
b.      Tariff and Non tariff barrier
c.       Pebedaan dalam skill dan human capital
d.      Perbedaan dalam faktor sumberdaya alam
Kelebihan dari teori ini adalah jika suatu negara memiliki banyak tenaga kerja terdidik maka ekspornya akan lebih banyak. Sebaliknya jika suatu negara kurang memiliki tenaga kerja terdidik maka ekspornya akan lebih sedikit.

C. Teori Opportunity Cost
Opportunity Cost digambarkan sebagai production possibility curve ( PPC ) yang menunjukkan kemungkinan kombinasi output yang dihasilkan suatu Negara dengan sejumlah faktor produksi secara full employment. Dalam hal ini bentuk PPC akan tergantung pada asusmsi tentang Opportunity Cost yang digunakan yaitu PPC Constant cost dan PPC increasing cost

D. Offer Curve/Reciprocal Demand (OC/RD)
Teori Offer Curve ini diperkenalkan oleh dua ekonom inggris yaitu Marshall dan Edgeworth yang menggambarkan sebagai kurva yang menunjukkan kesediaan suatu Negara untuk menawarkan/menukarkan suatu barang dengan barang lainnya pada berbagai kemungkinan harga.
Kelebihan dari offer curve yaitu masing-masing Negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional yaitu mencapai tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Permintaan dan penawaran pada faktor produksi akan menentukan harga factor produksi tersebut dan dengan pengaruh teknologi akan menentukan harga suatu produk. Pada akhirnya semua itu akan bermuara kepada penentuan comparative advantage dan polaper dagangan (trade pattern) suatu negara. Kualitas sumber daya manusia dan teknologi adalah dua faktor yang senantiasa diperlukan untuk dapat bersaing di pasar internasional. Teori perdagangan yang baik untuk diterapkan adalah teori modern yaitu teori Offer Curve.
.   PERKEMBANGAN EKSPOR INDONESIA

Sejak tahun 1987 ekspor Indonesia mulai didominasi oleh komoditi non migas dimana pada tahun – tahun sebelumnya masih didominasi oleh ekspor migas. Pergeseran ini terjadi setelah pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan dan deregulasi di bidang ekspor, sehingga memungkinkan produsen untuk meningkatkan ekspor non migas. Pada tahun 1998 nilai ekspor non migas telah mencapai 83,88% dari total nilai ekspor Indonesia, sementara pada tahun 1999 peran nilai ekspor non migas tersebut sedikit menurun, menjadi 79,88% atau nilainya 38.873,2 juta US$ (turun 5,13%). Hal ini berkaitan erat dengan krisis moneter yang melanda indonesia sejak pertengahan tahun 1997.

Tahun 2000 terjadi peningkatan ekspor yang pesat, baik untuk total maupun tanpa migas, yaitu menjadi 62.124,0 juta US$ (27,66) untuk total ekspor dan 47.757,4 juta US$ (22,85%) untuk non migas. Namun peningkatan tersebut tidak berlanjut ditahun berikutnya. Pada tahun 2001 total ekspor hanya sebesar 56.320,9 juta US$ (menurun 9,34%), demikian juga untuk eskpor non migas yang menurun 8,53%. Di tahun 2003 ekspor mengalami peningkatan menjadi 61.058,2 juta US$ atau naik 6,82% dibanding eskpor tahun 2002 yang sebesar 57.158,8 juta US$. Hal yang sama terjadi pada ekspor non migas yang naik 5,24% menjadi 47.406,8 juta US$. Tahun 2004 ekspor kembali mengalami peningkatan menjadi 71.584,6 juta US$ (naik 17,24%) demikian juga ekspor non migas naik 18,0% menjadi 55.939,3 juta US$. Pada tahun 2006 nilai ekspor menembus angka 100 juta US$ menjadi 100.798,6 juta US$ atau naik 17,67%, begitu juga dengan ekspor non migas yang naik 19,81% dibandingkan tahun 2005 menjadi 79.589,1 juta US$.

Selama lima tahun terakhir, nilai impor Indonesia menunjukkan trend meningkat rata – rata sebesar 45.826,1 juta US$ per tahun. Pada tahun 2006, total impor tercatat sebesar 61.065,5 juta US$ atau meningkat sebesar 3.364,6 juta US$ (5,83%) dibandingkan tahun 2005. Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya impor migas sebesar 1.505,2 juta US$ (8,62%) menjadi 18.962,9 juta US$ dan non migas sebesar 1.859,4 juta US$ (4,62%) menjadi 42.102,6 juta US$. Pada periode yang sama, peningkatan impor terbesar 54,15% dan non migas sebesar 39,51%.

Dilihat dari kontribusinya, rata – rata peranan impor migas terhadap total impor selama lima tahun terakhir mencapai 26,15% dan non migas sebesar 73.85% per tahun. Dibandingkan tahun sebelumnya, peranan impor migas meningkat dari 30,26% menjadi 31,05% di tahun 2006. Sedangkan peranan impor non migas menurun dari 69,74% menjadi 68,95%.

Pada tahun 2012, ekspor migas Indonesia mencapai 36.977.261.378 US$, sedangkan ekspor non migas sebanyak 153.043.004.652 US$. Di tahun setelahnya (2013) ekspor migas di Indonesia mencapai 32.633.031.285 US$ dan ekspor non migas sebanyak 149.918.763.416 US$. Ditahun 2014 ekspor Indonesia pada migas adalah sebanyak 30.331.863.792 US$ dan ekspor non migas sebanyak 145.960.796.463 US$.

Ditahun 2015, ekspor migas sebanyak 24.253.173.022 US$ atau dalam presentase (15,05%) sedangkan ekspor non migas adalah sebanyak 136.922.728.667 US$ (84.95%). Hal tersebut menunjukkan bahwa ekspor non migas di Indonesia memang lebih mendominasi dibanding ekspor migas.

.TINGKAT DAYA SAING

Peringkat daya saing yang semakin menurun mengindikasikan bahwa daya saing Indonesia di perdagangan internasional semakin menurun. Kekayaaan alam yang melimpah sepertinya kurang berperan dalam peningkatan daya saing Indonesia. Hal ini mengindikasikan adanya hambatan yang menyebabkan daya saing Indonesia menurun. Peran pemerintah dalam mengupayakan peningkatan daya saing seharusnya dapat meningkatkan daya saing produk Indonesia di perdagangan internasional. Permasalahan yang ada di Indonesia dalam kaitannya pada peningkatan daya saing Indonesia adalah:

1.      Bagaimana kekayaan alam Indonesia berperan dalam meningkatkan daya saing? Mengapa Indonesia yang dikenal memiliki kekayaan alam yang berlimpah akan tetapi daya saingnya rendah?

2.      Hambatan apakah yang menyebabkan produk Indonesia kalah bersaing di pasar internasional?

3.      Bagaimana peran pemerintah dalam upaya meningkatkan daya saing Indonesia?



1.        Kekayaan alam tidak menjamin suatu negara memiliki keunggulan bersaing. Keunggulan bersaing dapat dicapai bila negara dapat menciptakan strategi yang tepat.

2.        Masalah utama di Indonesia adalah tingginya pungli dan sulitnya mendapatkan ijin untuk melakukan bisnis. High Cost Economy menghambat daya saing produk Indonesia di perdagangan internasional.

3.        Peran pemerintah sangat menentukan dalam keberhasilan peningkatan daya saing produk Indonesia. Pemerintah harus mampu menciptakan iklim yang kondusif bagi ekonomi Indonesia.


Selain itu harus ada upaya yang lebih serius dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk menciptakan keunggulan komparatif.

1.      Diciptakan sektor agro industri untuk mengolah kekayaan alam yang ada, sehingga Indonesia tidak hanya sebagai negara penghasil, akan tetapi Indonesia juga dikenal sebagai negara pengolah sekaligus pemasar hasil sumber daya alam di dunia.

2.      Harus ada kemauan politik yang tinggi untuk menghapuskan pungli serta peraturan daerah yang menghambat bisnis di Indonesia.

3.      Pemerintah diharapkan mampu menciptakan iklim bisnis yang kondusif di dalam negeri. Selain itu pemerintah diharapkan mampu menciptakan pendidikan yang berkualitas dan lapangan kerja yang sesuai.



Peringkat daya saing ekonomi Indonesia versi World Economic Forum (WEF) turun pada tahun 2015, dari urutan ke 34 pada tahun 2014 menjadi 37 dari 140 negara. Dalam Global Competitiveness Report 2015 – 2016 yang dirilis WEF, daya saing Indonesia kalah dari tiga negara tetangga, yakni Singapura yang berada di peringkat 2, Malaysia di peringkat 18 dan Thailand di urutan 32. Di Asean, Indonesia tercatat unggul dari Filipina (47), Vietnam (56), Laos (83), Kamboja (90), dan Myanmar (131). Peringkat daya saing Indonesia juga terlihat lebih baik dibandingkan banyak negara di luar Asia Tenggara, antara lain dari Portugal (38), Italia (43), Rusia (45), Afrika Selatan (49), India (55), dan Brazil (75).

Mengutip catatan Kementerian Keuangan dalam situsnya, WEF pernah menempatkan daya saing Indonesia di urutan ke 54 pada 2009, lalu merangkak naik menjadi ke 44 pada 2010, sebelum akhirnya turun kembali ke urutan 46 pada 2011 dan ke 50 pada 2012. Daya saing Indonesia kembali membaik pada 2013 menjadi urutan ke 38 dan menjadi ke 34 pada tahun 2014.

WEF menggabungkan data kuantitatif dan survei, dimana penilaian peringkat daya saing global ini didasarkan pada 113 indikator yang dikelompokkan dalam 12 pilar daya saing. Kedua belas pilar tersebut yaitu institusi, infrastruktur, kondisi dan situasi ekonomi makro, kesehatan dan pendidikan dasar, pendidikan tingkat atas dan pelatihan, efisiensi pasar, efisiensi tenaga kerja, pengembangan pasar finansial, kesiapan teknologi, ukuran pasar, lingkungan bisnis, dan inovasi.

Usaha Kecil Dan Menengah

Definisi UKM
Usaha kecil dan menengah ( UKM ) adalah jenis usaha yang paling banyak jumlahnya di Indonesia , tetapi saat ini batasan mengenai kriteria usaha kecil di Indonesia masih beragam . Pengertian kecil dalam usaha kecil bersifat relative, sehingga perlu ada batasan yang dapat menimbulkan definisi-definisi dari berbagai segi.
Menurut M.Tohar dalam bukunya Membuat Usaha Kecil (1999:2) definisi usaha kecil dari berbagi segi adalah sebagai berikut :
  1. Berdasarkan total asset
Pengusaha kecil adalah pengusaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan dalam membuat usaha.
  1. Berdasarkan total penjualan
Pengusaha kecil adalah pengusaha yang memiliki hasil total penjualan bersih/tahun paling banyak Rp.1.000.000.000
  1. Berdasarkan status kepemilikan
Pengusaha kecil adalah pengusaha berbentuk perseorangan yang bisa berbadan hukum atau tidak berbadan hukum yang didalamnya termasuk koperasi.
Adapun pengertian Usaha Kecil dan Menengah (UKM) menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut :
  1. Menurut Departemen Keuangan
Usaha kecil adalah usaha produksi milik keluarga atau perorangan WNI yang memiliki asset penjualan paling banyak Rp. 1 miliar / tahun.
  1. Menurut Menteri Negara Koperasi dan UKM
Usaha kecil adalah usaha milik WNI baik perorangan maupun berbadan hukum yang memiliki kekayaan bersih sebanyak-banyaknya Rp.200.000.000 dan mempuyai nilai output Rp.1.000.000.000 dan usaha tersebut berdiri sendiri.
  1. Menurut Bank Dunia ( World Bank )
Usaha kecil adalah usaha gabungan atau usaha keluarga dengan tenaga kerja kurang dari 100 orang, termasuk di dalamnya usaha yang hanya dikerjakan oleh satu orang yang sekaligus bertindak sebagai pemilik. Usaha kecil merupakan usaha untuk  mempertahankan hidup yang kebutuhan keuangannya dipenuhi oleh tabungan dan pinjaman berskala kecil.
  1. Menurut ILO ( International Labour Organization )
Usaha kecil adalah usaha yang mempekerjakan maksimal 10 orang dan menggunakan teknologi sederhana, asset minim dan kemampuan manajerial rendah serta tidak membayar pajak.
Pengertian Usaha Kecil dan Menengah ( UKM ) dari berbagai literatur memiliki beberapa persamaan, sehingga dari pendapat-pendapat tersebut dapat diambil satu kesimpulan bahwa Usaha Kecil dan Menengah ( UKM ) adalah sebuah perusahaan baik berbadan hukum atau tidak , yang memiliki tenaga kerja 1-100 orang lebih, milik WNI dengan total penjualan maksimal Rp.1 miliar/tahun.
 
Perkembangan Jumlah Unit dan Tenaga Kerja di UKM
Selama tahun 1997-2001 jumlah unit usaha dari semua skala mengalami peningkatan sebesar 430.404 unit dari 39.767.207 unit tahun 1997, menjadi 40.197.611 unit tahun 2001. Secara parsial, kelompok unit usaha yang paling banyak adalah usaha kecil, yang jumlahnya tahun 1997 sebesar 39,7 juta unit lebih dan tahun 2001 diperkirakan mencapai 40 juta unit lebih. Saat krisis ekonomi mencapai klimaksnya pada tahun 1998, usha dari semua kategori mengalami pertumbuhan negatif, yang mana jumlah usaha kecil sendiri berkurang hampir 3 juta unit atau pertumbuhan sekitar -7,4%. sedangkan, usaha menengah dan usaha bersama mengalami pertumbuhan negatif lebih besar, yakni masing-masing 14,2% dan 12,7%. Perbedaan ini mengidentifikasi bahwa usaha menengah dan usaha bersama mengalami efek negatif lebih besar dibandingkan usaha kecil dari krisis ekonomi.
Jumlah unit UKM bervariasi menurut sektor, dan terutama usaha kecil terkonsentrasi di pertanian, peternakan,kehutanan, dan perikanan. Tahun 1997, jumlah usaha kecil di sektor tersebut tercatat 22.511.588 unit, dan tahun 1998 jumlahnya meningkat menjadi 23.097.871 unit, atau tumbuh 2,6% (dibandingkan usaha menengah yang tumbuh 1,2%) Variasi ini erat kaitanya dengan sifat alamiah yang berbeda antarsektor, misal dalam aspek-aspek pasar (voleme, struktur, dan sistem atau pola persaingan, perubahan harga, dan sistem distribusi); ketersedian input, kebutuhan dan ketersediaan teknologi, SDM dan modal, kebijakan sektoral dan ekonomi makro, dan bentuk serta tingkat persaingan antara sesama UKM dan antara UKM dengan usaha bersama dan produk-produk impor.
Secara teori, perbedaan kinerja UKM di sektor pertanian dengan kinerja UKM di sektor industri pengolahan dapat dijelaskan dengan pendekatan analisis dari sisi penawaran dan sisi permintaan. Dari sisi penawaran, UKM di sektor pertanian (atau usaha pertanian pada umumnya) tidak mengalami supply bottleneck akibat depresi rupiah seperti yang banyak dialami oleh UKM di sektor industri pengolahan. Alasan utamanya adalah karena UKM di sektor pertanian tidak terlalu tergantung pada impor bahan baku dan inputlainnya dan juga tidak pada kredit perbankan;
sedangkan di sektor industri pengolahan banyak sekali UKM yang memakai bahan baku, alat-alat produksi dan input lainnya yang diimpor, serta yang membiayai produksinya dengan pinjaman dari bank atau daru usaha bersama lewat program-program kemitraan usaha yang dipelopori pemerintah pada zaman Soeharto. Selain itu, selama krisis banyak orang yang di PHK di sektor industri pengolahan, kembali ke desa asalnya dan membuka pertanian skala kecil, dan ini tentu menambah jumlah unit UKM di sektor tersebut. Dari sisi permintaan,pasar domestik untuk komoditi-komoditi pertanian tetap besar,sekalipun pada masa krisis karena orang tetap harus makan; sementara pasar luar negeri semakin terbuka karena daya saing harga dari komoditi-komoditi petanian di indonesia mengalami peningkatan pada saat nilai tukar rupiah mengalami penurunan.
Distribusi jumlah unit menurut skala usaha dan sektor menunjukkan bahwa di satu sisi, UKM memiliki keunggulan atas usaha bersama di pertanian, dan di sisi lain, dilihat dari jenis produk yang dibuat, jenis teknologi dan alat-alat produksi yang dipakai, dan metode produksi yang diterapkan, UKM di Indonesia pada umumnya masih dari kategori usaha ‘primitif’. Hal ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan UKM di negara-negara seperti Korea Selatan, Jepang, dan Taiwan yang sangat unggul dalam produksi barang-barang jadi maupun setengah jadi seperti komponen-komponen mesin, otomotif, dan alat-alat elektronika.
UKM di Indonesia sangat penting terutama dalam penciptaan/pertumbuhan kesempatan kerja, menunjukan bahwa kelompok usaha ini mengerjakan jauh lebih banyak orang dibandingkan jumlah orang yang bekerja di usaha bersama.Pentingnya UKM sebagai salah satu sumber pertumbuhan kesempatan kerja di indonesia tidak hanya tercerminkan pada kondisi statis, yakni jumlah orangyang bekerja di kelompok usaha tersebut yang jauh lebih banyak daripada yang diserap oleh usaha bersama, tetapi juga dapat dilihat pada kondisi dinamis, yakni dari laju kenaikannya setiap tahun yang lebih tinggi daripada di usaha bersama. Di dalam kelompok UKM juga terdapat perbedaan antara usaha kecil dan usaha menengah.
Nilai Output dan Nilai Tambah
Peran UKM di Indonesia dalam bentuk kontribusi output terhadap pembentukan atau pertumbuhan PDB cukup besar, walaupun tidak sebesar kontribusinya terhadap penciptaan kesempatan kerja. Kontribusi nilai output atau nilai tambah terhadap pembentukan PDB jauh lebih besar dibandingkan kontribusi dari usaha menengah. Akan tetapi, perbedaan ini tidak dikarenakan tingkat produktivitas di usaha kecil lebih tinggi daripada di usaha menengah, melainkan lebih didorong oleh jumlah unit dan tenaga kerja yang memang jauh lebih banyak di usaha kecil dibandingkan di usaha menengah dan usaha bersama.
Dari data BPS (statistik Indonesia 2001) mengenai nilai output dan nilai tambah dari usaha kecil di sektor industri manufaktur menurut kelompok industri (kode 31 s/d 39), ada beberapa hal yang menarik. pertama, nilai output atau nilai tambah bervariasi menurut subsektor, dan yang paling banyak (seperti juga ditunjukan oleh data dari sumber lain) yakni makanan, dan minuman, dan tembakau (31),tekstil dan produk-produknya (TPT), dan kulit serta produk-produknya(32), dan kaqyu beserta produk-produknya (33), yang memberi suatu kesan bahwa IK dan IMI pada umumnya lebih unggul di ketiga subsektor itu dibandingkan di subsektor-subsektor lainnya. Kedua, di beberapa kelompok industri seperti 31 dan 33, nilai output atau nilai tambah dari IMI lebih besar dibandingkan IK.
Sedangkan hasil SUSI (2000) menyajikan data mengenai nilai produk bruto (nilai output), biaya antara, dan upah serta gaji dari usaha tidak berbadan hukum. Dari selisih antara nilai output dan biaya antara, bisa didapat suatu gambaran mengenai besarnya nilai tambah yang diciptakan oleh kelompok usaha ini. Perdagangan besar,eceran, dan rumah makan serta jasa akomodasi merupakan sektor dimana usaha tidak berbadan hukum menghasilkan nilai output paling besar; disusul kemudian industri pengolahan. Disektor terakhir ini, nilai output dari IMI sedikit lebih kecil dibandingkan nilai output yang diciptakan oleh Ik. Didalam SUSI 2000, nilai output dan perhitungan nilai tambahnya dari usaha tidak berbadan hukum juga di jabarkan menurut wilayah.
Ekspor
Selain kontribusinya terhadap pertumbuhan kesempatan kerja dan sebagai salah satu sumber penting pendapatan, UKM di Indonesia juga sangat diharapkan karena memang mempunyai potensi besar sebagai salah satu sumber penting perkembangan (diversifikasi) dan pertumbuhan ekspor, khususnya ekspor manufaktur. Kemampuan UKM Indonesia untuk merealisasikan potensi eskspornya ditentukan oleh suatu kombinasi dari sejumlah faktor-faktor keunggulan relatif yang dimiliki UKM Indonesia atas pesaing-pesaingnya, baik dari dalam maupun luar negeri. Dalam konteks ekonomi/ perdagangan internasional, pengertian dari keunggulan relatif dapat didekati dengan keunggulan komperatif . Keunggulan komporatif yang dimiliki usaha kecil Indonesia terutama sifatnya yang padat karya (dan Indonesia memiliki jumlah tenaga kerja yang besar), keterampilan “Tradisional“ yang dimiliki pengusaha kecil (dan pekerja-pekerja) dalam mambuat produk terutama barang-barang kerajinan (yang merupakan keterampilan masyarakat yang sudah dimiliki lama dari generasi ke generasi), dan bahan baku yang berlimpah (khususnya produk berbasis pertanian). Sayangnya Usaha kecil di Indonesia relatif masih lemah terutama dalam SDM di banding manajemen, pemasaran, proses produksi yang modern atau lebih maju (diluar produksi secara tradisional), inovasi dan penguasaan teknologi.
Hasil SUSI 2000, memberikan fakta empiris mengenai banyaknya usaha tidak berbadan hukum yang melakukan ekspor (secara langsung maupun tidak langsung lewat perantara seperti pedagang, perusahaan perdagangan atau trading houses). Dari survei ini ada dua hal yang menarik. Pertama, dari 14.948 unit yang melakukan penjualan kepasar luar negri sebagian besar adalah dari kategori IK (13.191 unit), pola distribusi ini memberi suatu indikasi bahwa Ik lebih berorientasi ekspor dibandingkan IMI. Hal kedua yang menarik adalah bahwa dari 20.454 unit yang melakukan ekspor, tidak semuanya menjual 100% dari produk mereka ke pasar luar negri. Ada yang mengekspor sebagian kecil saja dari produk mereka dan sisanya dijual ke pasar domestik.
Hasil SUSI 2000 juga memberikan informasi mengenai distribusi dari 20.454 unit yang melakukan ekspor menurut wilayah. Sebagian besar terdapat di jawa dan Bali, seperti yang di bahas sebelumnya erat kaitannya dengan kenyataan bahwa populoasi dari usaha kecil di Indonesia terkonsentrasi di Jawa dan Bali. Hal yang menarik dari data ini bahwa tidak ada satu unit pun di kalimantan dan maluku serta Irian jaya yang melakukan ekspor. Hal ini memberi kesan usaha kecil di kawasan Barat lebih maju dan lebih berorientasi ekspor dibandingkan rekannya dikawasan Timur (kecuali sulawesi dan nusa tenggara yang jumlahnya relatif kecil).
Prospek UKM Dalam Era Perdagangan Bebas dan Globalisasi Perekonomian Dunia
Bagi setiap unit usaha dari semua skala dan di semua sektor ekonomi, era
perdagangan bebas dan globalisasi perekonomian dunia di satu sisi akan menciptakan banyak kesempatan. Namun disisi lain akan menciptakan bamyak tantangan yang apabila tidak dapat dihadapi dengan baik akan menjelma menjadi ancaman. Bentuk kesempatan dan tantangan yang akan muncul tentu akan berbeda menurut jenis kegiatan ekonomi yang berbeda. Globalisasi perekonomian dunia juga memperbesar ketidakpastian terutama karena semakin tingginya mobilisasi modal, manusia, dan sumber daya produksi lainnya serta semakin terintegrasinya kegiatan produksi, investasi dan keuangan antarnegara yang antara lain dapat menimbulkan gejolak-gejolak ekonomi di suatu wilayah akibat pengaruh langsung dariketikstabilan ekonomi di wilayah lain.
  1. Sifat Alami dari Keberadaan UKM
Laju pertumbuhan negatif dari jumlah usaha kecil lebih kecil dibandingkan apa yang dialami oleh usaha menengah dan usaha bersama. Perbedaan ini disuatu sisi memberi suatu kesan bahwa pada umumnya usaha kecil lebih “ tahan banting” dibandingkan dua kelompok usaha lainnya itu dalam menghadapi suatu gejolak ekonomi. Relatif lebih baiknya usaha kecil dibandingkan usaha menengah atau usaha bersama dalam menghadapi krisis ekonomi tahun tahun 1998 tidak lepas dengan sifat alami dari keberadaan usaha menengah, apalagi usaha bersama di indonesia. Sifat alami yang berbeda ini sangat penting untuk dipahami, agar dapat memprediksi masa depan usaha kecil atau usaha kecil dan usaha menengah.
Seperti dibanyak LCDs lainnya, usaha kecil di Indonsia didominasi oleh unit-unit usaha tradisional, yang di satu sisi, dapat di bangun dan beroperasi hanya dengan modal kerja dan modal investasi kecil dan tanpa perlu menerapkan sistem organisasi dan manajemen modern
yang kompleks dan mahal, seperti di usaha-usaha modern (usaha bersama dan hingga tingkat tertentu usaha menengah), dan di sisi lain, berbeda dengan usaha menengah, usaha kecil pada
umumnya membuat barang-barang konsumsi sederhana untuk kebutuhan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Untuk membuat barang-barang tersebut, usaha kecil tidak terlalu memerlukan tenaga kerja  dengan tingkat pendidikan formal yang tinggi dan harus digaji mahal (tidak perlu memakai seorang manajer dengan diploma MBA atau yang memiliki diploma sarjana ekonomi atau seorang insinyur) dan tidak membutuhkan teknologi (T) canggih dalam bentuk mesin-mesin dan alat-alat produksi modern, oleh karena itu, tidak mengherankan bila melihat Indonesia adalah dari kelompok masyarakat berpendidikan rendah (SD), dan kebanyakan dari mereka menggunakan mesin serta alat produksi sederhana atau hasil rekayasa sendiri.
Implikasi dari sifat alami ini bebeda dengan usaha menengah dan usaha bersama. Usaha kecil sebenarnya tidak terlalu tergantung pada fasilitas-fasilitas dari pemerintah termasuk skim-skim krdit murah. Banyak studi yang menunjukan bahwa ketergantungan usaha kecil terhadap modal dari sumer-sumber informal jauh lebih besar daripada terhadap kredit perbankan karena berbagai alasan.
  1. 2.Kemampuan UKM
Dalam era perdagangan bebas dan globalisasi perekonomian dunia, kemajuan teknologi, penguasaan ilmu pengetahuan, dan kualitas SDM yang tinggi (profesionalisme) merupakan tiga faktor keunggulan kompetitif yang akan menjadi dominan dalam menentukan bagus tidaknya prospek dari suatu usaha. Jika pengusaha kecil dan menengah Indonesia tidak memiliki ketiga keunggulan kompetitif tersebut bahkan, UKM indonesia akan terancam tergusur dari segmen pasarnya sendiri oleh produk-produk M dengan harga yang lebih murah dan kualitas serta disain yang lebih baik, seperti yang terjadi sekaarang dengan membanjirnya barang-barang dari Cina sampai kepasar-pasar tradisional.
Pentingnya ketiga faktor keunggulan kompetitif tersebut dikombinasikan dengan faktor-faktor kekuatan lainnya yang sangat menentukan prospek UKM di masa depan. Didalam era perdagangan bebas dan globalisasi perekonomian dunia, lingkungan eksternal domestik dipengaruhi oleh tiga faktor penting, yang merupakan tiga tantangan yang dihadapi oleh setiap perusahaan di Indonesia. Jika perusahaan-perusahaan di Indonesia tidak siap, tantangan-tantangan tersebut bisa berubah menjadi ancaman.

Industrilisasi di Indonesia

Konsep dan tujuan Industrialisasi
Awal konsep industrialisasiè Revolusi industri abad 18 di Inggris Penemuan metode baru dlm pemintalan dan penemuan kapas yg menciptakan spesialisasi produksi dan peningkatan produktivitas factor produksi.
Industrialisasi adalah sistem produksi yang muncul dari pengembangan yang mantap penelitian dan penggunaan pengetahuan ilmiah. Ia dilandasi oleh pembagian tenaga kerja dan spesialisasi, menggunakan alat-alat bantu mekanik, kimiawi, mesin, dan organisasi serta intelektual dalam produksi.
Industrialisasi dalam arti sempit menggambarkan penggunaan secara luas sumber-sumber tenaga non-hayati, dalam rangka produksi barang atau jasa. Meskipun definisi ini terasa sangat membatasi industrialisasi tidak hanya terdapat pada pabrik atau manufaktur, tapi juga bisa meliputi pertanian karena pertanian tidak bisa lepas dari mekanisasi (pemakaian sumber tenaga non-hayati) demikian pula halnya dengan transportasi dan komunikasi.
Industrialisasi merupakan salah satu strategi jangka panjang untuk menjamin pertumbuhan ekonomi. Hanya beberapa Negara dengan penduduk sedikit & kekayaan alam melimpah yang ingin mencapai pendapatan yang tinggi tanpa industrialisasi.
Tujuan pembangunan industri nasional baik jangka menengah maupun jangka panjang ditujukan untuk mengatasi permasalahan dan kelemahan baik di sektor industri maupun untuk mengatasi permasalahan secara nasional, yaitu :
(1) Meningkatkan penyerapan tenaga kerja industri.
(2) Meningkatkan ekspor Indonesia dan pember-dayaan pasar dalam negeri.
(3) Memberikan sumbangan pertumbuhan yang berarti bagi perekonomian.
(4) Mendukung perkembangan sektor infrastruktur.
(5) Meningkatkan kemampuan teknologi.
(6) Meningkatkan pendalaman struktur industri dan diversifikasi produk.
(7) Meningkatkan penyebaran industri.

Faktor-faktor Pendorong industrialisasi
a.   Kemampuan teknologi dan inovasi
b.   Laju pertumbuhan pendapatan nasional per kapita
c.   Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri. Negara yang awalnya memiliki industri dasar/primer/hulu seperti baja, semen, kimia, dan industri tengah seperti mesin alat produksi akan mengalami proses industrialisasi lebih cepat
d.   Besar pangsa pasar DN yang ditentukan oleh tingkat pendapatan dan jumlah penduduk. Indonesia dengan 200 juta orang menyebabkan pertumbuhan kegiatan ekonomi
e.   Ciri industrialisasi yaitu cara pelaksanaan industrialisasi seperti tahap implementasi, jenis industri unggulan dan insentif yang diberikan.
f.    Keberadaan SDA. Negara dengan SDA yang besar cenderung lebih lambat dalam industrialisasi
g.   Kebijakan/strategi pemerintah seperti tax holiday dan bebas bea masuk bagi industri orientasi ekspor.

Perkembangan Sektor Industri manufaktur Nasional
Sektor industri manufaktur di banyak Negara berkembang mengalami perkembangan sangat  pesat dalam tiga decade terakhir. Asia Timur dan Asia Tenggara dapat dikatakan sebagai kasus istimewa. Lebih dari 25 tahun terakhir, dijuluki a miraculous economic karena kinerja ekonominya sangat hebat. Dari 1970 hinga 1995, industri manufaktur merupakan contributor utama. Untuk melihat sejauh mana perkembangan industry manufaktur di Indonesia selama ini, perlu dilihat perbandingan kinerjanya dengan sector yang sama di Negara-negara lain.
Dalam kelompok ASEAN, misalnya kontribusi output dari sector industry manufaktur terhadap  pembentukan PDB di Indonesia masih relative kecil, walaupun laju pertumbuhan output rata-ratanya termasuk tinggi di Negara-negara ASEAN lainnya. Struktur ini menandakan Indonesia belum merupakan Negara dengan tingkat industrialisasi yang tinggi dibandingkan Malaysia dan Thailand.

Permasalahan Industrialisasi
Perekonomian nasional memiliki berbagai permasalahan dalam kaitannya dengan sektor industri dan perdagangan:
(1)    Industri nasional selama ini lebih menekankan pada industri berskala luas dan industri teknologi tinggi.
(2)    Penyebaran industri belum merata karena masih terkonsentrasi di Pulau Jawa.
(3)    Lemahnya kegiatan ekspor Indonesia yang tergantung pada kandungan impor bahan baku yang tinggi, juga masih tingginya tingkat suku bunga pinjaman bank di Indonesia, apalgi belum sepenuhnya Indonesia diterima di pasar internasional.
(4)    Komposisi komoditi ekspor Indonesia pada umumnya bukan merupakan komoditi yang berdaya saing, melainkan karena berkaitan dengan tersedianya sumber daya alam - seperti hasil perikanan, kopi, karet, dan kayu
(5)    Komoditi primer yang merupakan andalan ekspor Indonesia pada umumnya dalam bentuk bahan mentah sehingga nilai tambah yang diperoleh sangat kecil.
(6)    Masih relatif rendahnya kualitas sumber daya manusia.

Strategi Pembangunan Sektor Industri
1. Strategi Subtitusi Impor

o   Lebih menekankan pada pengembangan industry yang berorientasi pada pasar domestic
o   Strategi subtitusi impor adalah industry domestic yang membuat barang menggantikan impor
o   Dilandasi oleh pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat dicapai dengan

mengembangkan industry dalam negeri yang memproduksi barang pengganti impor
Pertimbangan yang lajim digunakan dalam memilih strategi ini adalah:      
a.   SDA dan factor produksi lain (terutama tenaga kerja) cukup tersedia
b.   Potensi permintaan dalam negeri memadai
c.   Pendorong perkembangan sector industry manufaktur dalam negeri
d.   Dengan perkembangan industry dalam negeri, kesempatan kerja lebih luas
e.   Dapat mengurangi ketergantungan impor

2. Penerapan strategi subtitusi impor dan hasilnya di Indonesia
•     Industry manufaktur nasional tidak berkembang baik selama orde baru
•     Ekspor manufaktur Indonesia belum berkembang dengan baik
•     Kebijakan proteksi yang berlebihan selama orde baru menimbulkan high cost economy
•     Teknologi yang digunakan oleh industry dalam negeri, sangat diproteksi

3. Strategi Promosi Ekspor
  Lebih berorientasi ke pasar internasional dalam pengembangan usaha dalam negeri
  Tidak ada diskriminasi dalam pemberian insentif dan fasilitas kemudahan lainnya dari pemerintah
  Dilandasi pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat dicapai jika produk yang   dibuat di dalam negeri dijual di pasar ekspor
  Strategi promosi ekspor mempromosikan fleksibilitas dalam pergeseran sumber daya ekonomi yang ada mengikuti perubahan pola keunggulan komparatif




Sumber :