KEMISKINAN
DAN KESENJANGAN
A.
KONSEP DAN PENGERTIAN KEMISKINAN
-
Pengertian Kemiskinan
Merupakan
ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar dan memperbaiki
keadaan. kemiskinan dapat diartikan secara lebih luas dengan
menambahkan faktor faktor lain seperti faktor sosial dan moral.
Secara konvensional, kemiskinan dapat diartikan sebagai suatu keadaan
individu atau masyarakat yang berada di bawah garis tertentu. Secara
umum pengertian dari kemiskinan sangat beragam, tergantung dasar
pemikiran dan cara pandang seseorang. Namun kemiskinan identik dengan
ketidakmampuan sekelompok masyarakat yang terhadap sistem yang
diterapkan oleh suatu pemerintah sehingga mereka berada pada posisi
yang sangat lemah dan tereksploitas(kemiskinan struktural).
Pada
umumnya kemiskinan diidentikkan dengan ketidakmampuan seorang
individu untuk memenuhhi standart minimum kebutuhan pokok untuk dapat
hidup secara layak. Pembahasan ini dimaksud dengan kemiskinan
material. Definisi kemiskinan mengalami perkembangan sesuai dengan
penyebabnya yaitu pada awal tahun 1990. Definisi diperluas tidak
hanya berdasarkan pada tingkat pendapatan, tetapi juga mencakup
ketidakmampuan dibidang kesehatan, pendidikan dan perumahan.
Pendekatan kebutuhan dasar, melihat kemiskinan sebagai suatu
ketidakmampuan seseorang, keluarga dan masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan minimum, seperti sandang, papan, kesehatan, pendidikan,
penyediaan air bersih dan sanitasi.
Kemiskinan
juga dapat didefinisikan menurut dua pendekatan. Kemiskinan absolut
dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut diukur dengan suatu
standart tertentu, sementara kemiskinan relatif bersifat
kondisional, biasanya membandingkan pendapatan sekelompok orang
dengan pendapatan kelompok lain. Sedang kemiskinan absolut adalah
sejumlah penduduk yang tidak mampu mendapatkan sumber daya yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan dasar. Mereka hidup di bawah tingkat
pendapatan riil minimum tertentu- atau mereka berada di bawah garis
kemiskinan internasional.
Kemiskinan
menurut Edi Suharto dalam Abdul Hakim (2002:219) adalah ketidaksamaan
kesempatan untuk mengakumulasi basis kekuasaan sosial. Basis
kekuasaan sosial meliputi:
- Sumber keuangan (mata pencaharian, kredit, modal)
- Modal produktif atau asset (tanah, perumahan, kesehatan, alat produksi)
- Jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang, dan jasa.
- Organisasi sosial dan politik yang digunakan untuk mencapai kepentingan bersama.
- Informasi yang berguna untuk kemajuan hidup.
- Pengetahuan dan keterampilan.
-
Konsep Kemiskinan
Kemiskinan
merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir ditengah masyarakat.
Kemiskinan sebagai fenomena sosial yang telah lama ada, berkembang
sejalan dengan peradaban manusia. Masyarakat miskin pada umumnya
lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya kepada kegiatan
ekonomi sehingga seringkali makin tertinggal jauh dari masyarakat
lain yang memiliki potensi tinggi. Substansi kemiskinan adalah
kondisi deprevasi tehadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar
yang berupa sandang, pangan, papan, dan pendidikan dasar (Sudibyo,
1995:11).
Kemiskinan
juga sering disandingkan dengan kesenjangan, karena masalah
kesenjangan mempunyai kaitan erat dengan masalah kemiskinan.
Substansi kesenjangan adalah ketidakmerataan akses terhadap sumber
daya ekonomi. Sudibyo (1995:11) mengatakan bahwa “apabila berbicara
mengenai kemiskinan maka kemiskinan dinilai secara mutlak, sedangkan
penilaian terhadap kesenjangan digunakan secara relatif”. Dalam
suatu masyarakat mungkin tidak ada yang miskin, tapi kesenjangan
masih dapat terjadi di dalam masyarakat tersebut.
Sebagian
besar dari penduduk miskin ini tinggal diperdesaan dengan mata
pencaharian pokok dibidang-bidang pertanian dan kegiatan-kegiatan
lainnya yang erat hubungannya dengan sektor ekonomi tradisional
tersebut. Kehidupan mereka bergantung pada pola pertanian yang
subsistem, baik petani kecil atau pun buruh tani yang berpenghasilan
rendah, ataupun bekerja dalam sektor jasa kecil-kecilan dan
berpenghasilan pas-pasan. Fenomena banyaknya urbanisasi penduduk desa
ke kota menunjukkan bahwa adanya ketidakmerataan pembangunan di
perdesaan. Terbatasnya fasilitas umum, kecilnya pendapatan, dan
terbatasnya pekerjaan dan dalih mencari kehidupan lebih baik menjadi
alasan urbanisasi ini. Permasalahan tersebut menyiratkan adanya
ketidakmerataan dan kesenjangan antara perdesaan dan perkotaan.
B.
GARIS KEMISKINAN
Peta
berdasarkan CIA World Factbook yang menunjukkan persentase penduduk
suatu negara yang hidup di bawah garis kemiskinan resmi negara
tersebut.
Garis
kemiskinan atau batas kemiskinan adalah tingkat minimum pendapatan
yang dianggap perlu dipenuhi untuk memperoleh standar hidup yang
mencukupi di suatu negara. Dalam praktiknya, pemahaman resmi atau
umum masyarakat mengenai garis kemiskinan (dan juga definisi
kemiskinan) lebih tinggi di negara maju daripada di negara
berkembang.
Hampir
setiap masyarakat memiliki rakyat yang hidup dalam kemiskinan. Garis
kemiskinan berguna sebagai perangkat ekonomi yang dapat digunakan
untuk mengukur rakyat miskin dan mempertimbangkan pembaharuan
sosio-ekonomi, misalnya seperti program peningkatan kesejahteraan dan
asuransi pengangguran untuk menanggulangi kemiskinan.
C.
DAMPAK KEMISKINAN
Dampak
kemiskinan begitu bervariasi karena kondisi dan penyebab yang berbeda
memunculkan akibat yang berbeda juga.
Pengangguran
merupakan dampak dari kemiskinan, berhubung pendidikan dan
keterampilan merupakan hal yang sulit diraih masyarakat, maka
masyarakat sulit untuk berkembang dan mencari pekerjaan yang
layak untuk memenuhi kebutuhan. Dikarenakan sulit untuk bekerja, maka
tidak adanya pendapatan membuat pemenuhan kebutuhan sulit, kekurangan
nutrisi dan kesehatan, dan tak dapat memenuhi kebutuhan penting
lainnya. Misalnya saja harga beras yang semakin meningkat, orang yang
pengangguran sulit untuk membeli beras, maka mereka makan seadanya.
Seorang pengangguran yang tak dapat memberikan makan kepada anaknya
akan menjadi dampak yang buruk bagi masa depan sehingga akan mendapat
kesulitan untuk waktu yang lama.
Kriminalitas merupakan dampak lain dari kemiskinan.
Kesulitan mencari nafkah mengakibatkan orang lupa diri sehingga
mencari jalan cepat tanpa memedulikan halal atau haramnya uang
sebagai alat tukar guna memenuhi kebutuhan. Misalnya saja perampokan,
penodongan, pencurian, penipuan, pembegalan, penjambretan dan masih
banyak lagi contoh kriminalitas yang bersumber dari kemiskinan.
Mereka melakukan itu semua karena kondisi yang sulit mencari
penghasilan untuk keberlangsungan hidup dan lupa akan nilai-nilai
yang berhubungan dengan Tuhan. Di era global dan materialisme seperti
sekarang ini tak heran jika kriminalitas terjadi dimanapun.
Putusnya
sekolah dan kesempatan pendidikan sudah pasti merupakan dampak
kemiskinan. Mahalnya biaya pendidikan menyebabkan rakyat miskin putus
sekolah karena tak lagi mampu membiayai sekolah. Putus sekolah dan
hilangnya kesempatan pendidikan akan menjadi penghambat rakyat miskin
dalam menambah keterampilan, menjangkau cita-cita dan mimpi mereka.
Ini menyebabkan kemiskinan yang dalam karena hilangnya kesempatan
untuk bersaing dengan global dan hilangnya kesempatan mendapatkan
pekerjaan yang layak.
Kesehatan sulit untuk didapatkan karena kurangnya
pemenuhan gizi sehari-hari akibat kemiskinan membuat rakyat miskin
sulit menjaga kesehatannya. Belum lagi biaya pengobatan yang mahal di
klinik atau rumah sakit yang tidak dapat dijangkau masyarakat miskin.
Ini menyebabkan gizi buruk atau banyaknya penyakit yang menyebar.
Buruknya
generasi penerus adalah dampak yang berbahaya akibat kemiskinan. Jika
anak-anak putus sekolah dan bekerja karena terpaksa, maka akan ada
gangguan pada anak-anak itu sendiri seperti gangguan pada
perkembangan mental, fisik dan cara berfikir mereka. Contohnya adalah
anak-anak jalanan yang tak mempunyai tempat tinggal, tidur dijalan,
tidak sekolah, mengamen untuk mencari makan dan lain sebagainya.
Dampak kemiskinan pada generasi penerus merupakan dampak yang panjang
dan buruk karena anak-anak seharusnya mendapatkan hak mereka untuk
bahagia, mendapat pendidikan, mendapat nutrisi baik dan lain
sebagainya. Ini dapat menyebabkan mereka terjebak dalam kesulitan
hingga dewasa dan berdampak pada generasi penerusnya.
D.
PERTUMBUHAN KESENJANGAN DAN KEMISKINAN
1.
Hubungan antara Pertumbuhan dan Kesenjangan:
Hipotesis
Kuznets Data decade 1970an dan 1980an mengenai pertumbuhan ekonomi
dan distribusi di banyak Negara berkembang, terutama Negara-negara
dengan proses pembangunan ekonomi yang tinggi, seperti Indonesia,
menunjukkan seakan-akan ada korelasi positif antara laju pertumbuhan
dan tingkat kesenjangan ekonomi: semakin tinggi pertumbuhan PDB atau
semakin besar pendapatan per kapita semakin besar perbedaan antara
kaum miskin dan kaum kaya.Studi dari Jantti (1997) dan Mule (1998)
memperlihatkan perkembangan ketimpangan pendapatan antara kaum miskin
dan kaum kaya di Swedia, Inggris dan AS, serta beberapa Negara di
Eropa Barat menunjukkan kecenderungan yang meningkat selama decade
1970an dan 1980an. Jantti membuat kesimpulan semakin besar
ketimpangan distribusi pendapatan disebabkan oleh pergeseran
demografi, perubahan pasar buruh dan perubahan kebijakan public.
Dalam perubahan pasar buruh, membesarnya kesenjangan pendapatan dari
kepala keluarga dan semakin besarnya pendapatan dari istri dalam
jumlah pendapatan keluarga merupakan dua faktor penyebab penting.
Literature
mengenai perubahankesenjangan dalam dsitribusi pendapatan awalnya
didominasi oleh apa yang disebut hipotesis Kuznets. Dengan memakai
data antar Negara (cross section) dan data dari sejumlah
survey/observasi di tiap Negara (time series), Simon Kuznets
menemukan relasi antara kesenjangan pendapatan dan tingkat perdapatan
per kapita berbentuk U terbalik.
Hasil
ini diinterpretasikan sebagai evolusi dari distribusi pendapatan
dalam proses transisi dari ekonomi pedesaan (rural) ke ekonomi
perkotaan (urban) atau ekonomi industry.
2.
Hubungan antara Pertumbuhan dan Kemiskinan
Dasar
teori dari korelasi antara pertumbuhan dan kemiskinan tidak berbeda
dengan kasus pertumbuhan dengan ketimpangan, seperti yang telah
dibahas diatas. Mengikuti hipotesis Kuznets, pada tahap awal proses
pembangunan tingkat kemiskinan cenderung meningkat, dan saat
mendekati tahap akhir pembangunan jumlah orang miskin berangsur
berkurang. Namun banyak faktor lain selain pertumbuhan yang juga
mempunyai pengaruh besar terhadap tingkat kemiskinan di suatu
wilayah/Negara seperti struktur pendidikan tenaga kerja dan struktur
ekonomi.
E.
Beberapa Indikator Kesenjangan dan
Kemiskinan
Indikator
Kesenjangan
Ada sejumlah cara untuk mengukur tingkat kesenjangan
dalam distribusi pendapatan yang dibagi ke dalam dua kelompok
pendekatan, yakni axiomatic dan stochastic dominance. Yang sering
digunakan dalam literatur adalah dari kelompok pendekatan pertama
dengan tiga alat ukur, yaitu the generalized entropy (GE), ukuran
atkinson, dan koefisien gini.
Yang paling sering dipakai adalah koefisien gini. Nilai
koefisien gini berada pada selang 0 sampai dengan 1. Bila 0 :
kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama dari
pendapatan) dan bila 1 : ketidakmerataan yang sempurna dalam
pembagian pendapatan.
Ide dasar dari perhitungan koefisien gini berasal dari
kurva lorenz. Semakin tinggi nilai rasio gini, yakni mendekati 1 atau
semakin jauh kurva lorenz dari garis 45 derajat tersebut, semakin
besar tingkat ketidakmerataan distribusi pendapatan.
Indikator
Kemiskinan
Batas garis kemiskinan yang digunakan setiap negara
ternyata berbeda-beda. Ini disebabkan karena adanya perbedaan lokasi
dan standar kebutuhan hidup. Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan
batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita
sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan
(BPS, 1994). Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100
kalori per hari. Sedangkan pengeluaran kebutuhan minimum bukan
makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka
barang dan jasa.
Dengan kata lain, BPS menggunakan 2 macam pendekatan,
yaitu pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach) dan
pendekatan Head Count Index. Pendekatan yang pertama merupakan
pendekatan yang sering digunakan. Dalam metode BPS, kemiskinan
dikonseptualisasikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan
dasar. Sedangkan Head Count Index merupakan ukuran yang menggunakan
kemiskinan absolut. Jumlah penduduk miskin adalah jumlah penduduk
yang berada di bawah batas yang disebut garis kemiskinan, yang
merupakan nilai rupiah dari kebutuhan minimum makanan dan non
makanan. Dengan demikian, garis kemiskinan terdiri dari 2 komponen,
yaitu garis kemiskinan makanan (food line) dan garis kemiskinan non
makanan (non food line).
Untuk mengukur kemiskinan terdapat 3 indikator yang
diperkenalkan oleh Foster dkk (1984) yang sering digunakan dalam
banyak studi empiris. Pertama, the incidence of proverty : presentase
dari populasi yang hidup di dalam keluarga dengan pengeluaran
konsumsi perkapita dibawah garis kemiskinan, indeksnya sering disebut
rasio H. Kedua, the dept of property yang menggambarkan dalamnya
kemiskinan disuatu wilayah yang diukur dengan indeks jarak kemiskinan
(IJK), atau dikenal dengan sebutan proverty gap index. Indeks ini
mengestimasi jarak/perbedaan rata-rata pendapatan orang miskin dari
garis kemiskinan sebagai suatu proporsi dari garis tersebut.
F.
Kemiskinan di Indonesia
Menurut Remi dan Tjiptoherijanto (2002:1) upaya
menurunkan tingkat kemiskinan di Indonesia telah dimulai awal tahun
1970-an diantaranya melalui program Bimbingan Masyarakat (Bimas) dan
Bantuan Desa (Bandes). Tetapi upaya tersebut mengalami tahapan jenuh
pada pertengahan tahun 1980-an, yang juga berarti upaya penurunan
kemiskinan di tahun 1970-an tidak maksimal, sehingga jumlah orang
miskin pada awal 1990-an kembali naik. Disamping itu kecenderungan
ketidakmerataan pendapatan nasional melebar yang mencakup antar
sektor, antar kelompok, dan ketidakmerataan antar wilayah.
Berdasarkan data Bank Dunia jumlah penduduk miskin
Indonesia pada tahun 2002 bukanlah 10 sampai 20% tetapi telah
mencapai 60% dari jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 215 juta
jiwa.
Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa
mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan,
kurangnya tabungan dan tidak adanya investasi, kurangnya akses ke
pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan
sosial dan perlindungan terhadap keluarga, menguatnya arus
perpindahan dari desa ke kota dengan tujuan memperbaiki kehidupan,
dan yang lebih parah, kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat memenuhi
kebutuhan pangan, sandang dan papan secara terbatas. Kemiskinan
menyebabkan masyarakat desa rela mengorbankan apa saja demi
keselamatan hidup, kemiskinan menyebabkan banyak orang melakukan
prilaku menyimpang, harga diri diperjual belikan hanya untuk
mendapatkan makan.
Masyarakat
miskin rela mempertaruhkan tenaga fisik untuk memproduksi keuntungan
bagi mereka yang memiliki uang dan memegang kendali atas sektor
perekonomian lokal dan menerima upah yang tidak sepadan dengan biaya
tenaga yang dikeluarkan. Para buruh bekerja sepanjang hari, tetapi
mereka menerima upah yang sangat sedikit.Bahkan yang lebih parah,
kemiskinan telah membuat masyarakat kita terjebak dalam budaya
memalas, budaya mengemis, dan menggantungkan harapannya dari budi
baik pemerintah melalui pemberian bantuan. kemiskinan juga dapat
meningkatkan angka kriminalitas, kenapa penulis mengatakan bahwa
kemiskinan dapat meningkatkan angka kriminalitas, jawabannya adalah
karna mereka (simiskin) akan rela melakukan apa saja untuk dapat
mempertahankan hidupnya, baik itu mencuri, membunuh, mencopet, bahkan
jika ada hal yang lebih keji dari itu ia akan tega dan berani
melakukannya demi hidupnya. Kalau sudah seperti ini siapa yang harus
kita salahkan. kemiskinan seakan menjadi sebuah fenomena atau sebuah
persoalan yang tak ada habis-habisnya, pemerintah terkesan tidak
serius dalam menangani persoalan kemiskinan, pemerintah lebih
membiarkan mereka mengemis dan mencuri ketimbang memikirkan cara
untuk menanggulangi dan mengurangi tingkat kemiskinan dan membebaskan
Negara dari para pengemis jalanan karna kemiskinan.
Ada
beberapa hal yang menyebabkan kemiskinan yang melanda di indonesia
antara lain:
·
Kualitas sumber daya manusia itu sendiri
·
Sistem pemerintahan di Indonesia yang masih belum
maksimal
·
Pengangguran
G.
Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan
Faktor-Faktor
Penyebab Kemiskinan menurut Emil Salim :
·
Tidak memiliki faktor produksi.
·
Tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset
produksi dengan kekuatan sendiri.
·
Tingkat pendidikan mereka rendah,tak sampai tamat
sekolah dasar.
·
Kebanyakaan mereka tinggal di pedesaan.
·
Hidup di kota dengan kurangnya ketrampilan dan
pendidikan
Faktor
Penyebab Kemiskinan menurut Bank Dunia :
·
Kegagalan kepemilikan terutama tanah dan modal
·
Terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar
dan prasarana
·
Kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dan
bias sektor
·
Adanya perbedaan kesempatan di antara anggota
masyarakat dan sistem yang kurang mendukung
·
Adanya perbedaan sumber daya manusia dan
perbedaan antara sektor ekonomi (ekonomi tradisional versus ekonomi
modern)
·
Rendahnya produktivitas dan tingkat pembentukan
modal dalam masyarakat.
·
Budaya hidup yang dikaitkan dengan kemampuan
seseorang mengelolah sumber daya alam dan lingkungannya.
·
Tidak adanya tata pemerintah yang bersih dan baik
(good governance)
·
Pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan dan
tidak berwawasan lingkunagan
H.
Kebijakan anti Kemiskinan
Kebijakan anti kemiskinan dan distribusi pendapatan
mulai muncul sebagai salah satu kebijakan yang sangat penting dari
lembaga-lembaga dunia, seperti Bank Dunia, ADB,ILO, UNDP, dan lain
sebagainya.
Tahun 1990, Bank Dunia lewat laporannya World Developent
Report on Proverty mendeklarasikan bahwa suatu peperangan yang
berhasil melawan kemiskinan perlu dilakukan secara serentak pada tiga
front : (i) pertumbuhan ekonomi yang luas dan padat karya yang
menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan bagi kelompok miskin,
(ii) pengembangan SDM (pendidikan, kesehatan, dan gizi), yang memberi
mereka kemampuan yang lebih baik untuk memanfaatkan
kesempatan-kesempatan yang diciptakan oleh pertumbuhan ekonomi, (iii)
membuat suatu jaringan pengaman sosial untuk mereka yang diantara
penduduk miskin yang sama sekali tidak mamu untuk mendapatkan
keuntungan-keuntungan dari pertumbuhan ekonomi dan perkembangan SDM
akibat ketidakmampuan fisik dan mental, bencana alam, konflik sosial,
dan terisolasi secara fisik.
Untuk mendukung strategi yang tepat dalam memerangi
kemiskinan diperlukan intervensi-intervensi pemerintah yang sesuai
dengan sasaran atau tujuan perantaranya dapat dibagi menurut waktu,
yaitu :
·
Intervensi jangka pendek, berupa :
-Pembangunan/penguatan sektor usaha
-Kerjsama regional
-Manajemen pengeluaran pemerintah (APBN) dan
administrasi
-Desentralisasi
-Pendidikan dan kesehatan
-Penyediaan air bersih dan pembangunan perkotaan
-Pembagian tanah pertanian yang merata
·
Pembangunan sektor pertanian, usaha kecil, dan
ekonomi pedesaan
·
Manajemen lingkungan dan SDA
·
Pembangunan transportasi, komunikasi, energi dan
keuangan
·
Peningkatan keikutsertaan masyarakat sepenuhnya
dalam pembangunan
·
Peningkatan proteksi sosial (termasuk pembangunan
sistem jaminan sosial)
Refrensi: http://utamiwijayanti12.blogspot.co.id/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar