SEJARAH EKONOMI
INDONESIA
Bila berbicara tentang sejarah, teringat pendapat Moh
Yamin yang mengatakan “Sejarah adalah suatu ilmu pengetahuan yang
disusun atas hasil penyelidikan beberapa peristiwa yang dapat
dibuktikan dengan bahan kenyataan”. Dan kali ini kita membahas
tentang sejarah ekonomi, seperti apasih sejarah ekonomi itu??
Terutama sejarah ekonomi yang terjadi di Indonesia. Ternyata ekonomi
pun memeliki sejarah dan setiap negara memiliki sejarah ekonominya
masing-masing. Berikut ulasan singkat mengenai sejarah ekonomi
Indonesia.
Sejarah Pra kolonialisme
Dinamika perekonomian Indonesia meliputi suatu rentang
waktu yang sangat panjang yang dimulai sejak zaman prasejarah.
Periode sejarah ekonomi Indonesia Era
Prakolonial, munculnya
kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha serta Islam di Jawa dan Sumatera yang
terutama mengandalkan perdagangan.
Kerajaan Kutai terletak pada jalur
perdagangan dan pelayaran antara Barat dan Timur, maka aktivitas
perdagangan menjadi mata pencaharian utama, sehingga rakyat Kutai
sudah mengenal perdagangan internasional. Kerajaan Tarumanegara
berada di daerah agraris sehingga kehidupan perekonomian masyarakat
Tarumanegara adalah pertanian dan peternakan. Kerajaan Sriwijaya
berada di pesisir utara Pulau Sumatera dan berada pada urat nadi
perdagangan di Asia Tenggara, sehingga masyarakat Sriwijaya menguasai
perdagangan.
Kerajaan Mataram berada bagian
tengah Pulau Jawa, posisi ini membuat masyarakat Mataram bertumpu
pada sektor pertanian. Kehidupan ekonomi masyarakat pada jaman
Kerajaan Singasari berbasis pada pertanian, pelayaran, dan
perdagangan. Kerajaan Majapahit dekat dengan pertanian, maka
kehidupan ekonomi masyarakat Majapahit hidup dari pertanian dan
perdagangan. Singkatnya, dalam masa sebelum penjajahan, perekonomian
Indonesia bertumpu pada sector pertanian dan perdagangan.
Sistem Monopoli VOC
Kepanjangan dari Verenigde Oostindische Compagnie (VOC)
yang merupakan sistem perdagangan yang memiliki aspek
politik. VOC telah mengambil banyak keuntungan dari pelaksanaan
monopoli perdagangan terutama rempah-rempah.
Bentuk aturan paksaaan VOC yang diterapkan di Indonesia,
antara lain:
- Aturan monopoli dagang, yaitu menguasai sendiri seluruh perdagangan rempah-rempah di Indonesia
- Contingen Stelsel, yaitu pajak yang harus dibayar oleh rakyat dengan menyerahkan hasil bumi
- Verplichte Leverantie, yaitu kewajiban menjual hasil bumi hanya kepada VOC dengan harga yang telah ditetapkan
- Preangerstelsel, yaitu kewajiban yang dibebankan kepada rakyat Priangan untuk menanam kopi
Pada zaman kompeni penduduk kerajaan-kerajaan diharuskan
menyerahkan hasil bumi seperti beras, lada, kopi, rempah-rempah, kayu
jati dan lain sebagainya kepada VOC. Hasil bumi itu harus dikumpulkan
pada kepala desa dan untuk setiap desa ditetapkan jatah tertentu.
Kemudian kepala desa menyerahkannya kepada bupati untuk disampaikan
kepada Kompeni.
Sistem
Tanam Paksa
Cultuurstelsel atau
Sistem Tanam Paksa,
adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur
Jenderal Johannes
van den Bosch pada tahun 1830 yang
mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk
ditanami komoditi ekspor, khususnya kopi,
tebu,
dan tarum (nila).
Hasil tanaman ini akan dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga
yang sudah dipastikan dan hasil panen diserahkan kepada pemerintah
kolonial. Penduduk desa yang tidak memiliki tanah harus bekerja 75
hari dalam setahun (20%) pada kebun-kebun milik pemerintah yang
menjadi semacam pajak.
Pada
praktiknya peraturan itu dapat dikatakan tidak berarti karena seluruh
wilayah pertanian wajib ditanami tanaman laku ekspor dan hasilnya
diserahkan kepada pemerintahan Belanda.
Wilayah yang digunakan untuk praktik cultuurstelstel pun
tetap dikenakan pajak. Warga yang tidak memiliki lahan pertanian
wajib bekerja selama setahun penuh di lahan pertanian.
Sistem Ekonomi
Liberal
Kapitalis
Sistem ekonomi liberal kapitalis
adalah sitem ekonomi yang aset-aset produktif dan faktor-faktor
produksinya sebagian besar dimiliki oleh sektor individu/swasta.
Sementara tujuan utama kegiatan produksi adalah menjual untuk
memperoleh laba. Sistem perekonomian/tata ekonomi liberal kapitalis
merupakan sistem perekonomian yang memberikan kebebasan kepada setiap
orang untuk melaksanakan kegiatan perekonomian seperti memproduksi
barang, menjual barang, menyalurkan barang dan lain sebagainya.
Dalam perekonomian liberal kapitalis
setiap warga dapat mengatur nasibnya sendiri sesuai dengan
kemampuannya. Semua orang bebas bersaing dalam bisnis untuk
memperoleh laba sebesar- besarnya dan bebas melakukan kompetisi untuk
memenangkan persaingan bebas.
Ciri-ciri dari
sistem ekonomi liberal kapitalis antara lain :
·
Masyarakat
diberi kebebasan dalam memiliki sumber-sumber produksi.
·
Pemerintah
tidak ikut campur tangan secara langsung dalam kegiatan ekonomi.
·
Masyarakat
terbagi menjadi dua golongan, yaitu golongan pemilik sumber daya
produksi dan masyarakat pekerja (buruh).
·
Timbul
persaingan dalam masyarakat, terutama dalam mencari keuntungan.
·
Kegiatan
selalu mempertimbangkan keadaan pasar.
·
Pasar
merupakan dasar setiap tindakan ekonom.
·
Biasanya
barang-barang produksi yang dihasilkan bermutu tinggi.
Keuntungan dan Kelemahan sistem
ekonomi liberal kapitalis :
Keuntungan :
·
Menumbuhkan
inisiatif dan kerasi masyarakat dalam kegiatan ekonomi, karena
masyarakat tidak perlu lagi menunggu perintah dari pemerintah.
·
Setiap
individu bebas memiliki untuk sumber-sumber daya produksi, yang
nantinya akan mendorong partisipasi masyarakat dalam perekonomian.
·
Timbul
persaingan semangat untuk maju dari masyarakat.
·
Mengahsilkan
barang-barang bermutu tinggi, karena adanya persaingan semangat antar
masyarakat.
·
Efisiensi
dan efektifitas tinggi, karena setiap tindakan ekonomi didasarkan
motif mencari keuntungan.
Kelemahan :
·
Terjadinya
persaingan bebas yang tidak sehat.
·
Masyarakat
yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin.
·
Banyak
terjadinya monopoli masyarakat.
·
Banyak
terjadinya gejolak dalam perekonomian karena kesalahan alokasi sumber
daya oleh individu.
·
Pemerataan
pendapatan sulit dilakukan, karena persaingan bebas tersebut.
Institusi-institusi dalam Ekonomi
Liberal Kapitalis, yaitu :
·
Hak
kepemilikan
·
Keuntungan
·
Konsumerisme
·
Kompetisi
·
Harga
Era pendudukan Jepang
Masa pendudukan Jepang di Indonesia dimulai
pada tahun 1942 dan
berakhir pada tanggal 17
Agustus 1945 seiring dengan Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno dan M.
Hatta atas nama bangsa Indonesia. Pada Mei 1940,
awal Perang
Dunia II, Belanda diduduki
oleh Jerman
Nazi. Hindia
Belanda mengumumkan keadaan siaga dan pada Juli mengalihkan
ekspor untuk Jepang ke Amerika
Serikat dan Inggris.
Negosiasi dengan Jepang yang
bertujuan untuk mengamankan persediaan bahan bakar pesawat gagal pada
Juni 1941, dan
Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu.
Pada bulan yang sama, faksi dari Sumatra menerima
bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi terhadap pemerintahan
Belanda. Pasukan Belanda yang terakhir dikalahkan Jepang pada Maret
1942. Pengalaman dari penguasaan Jepang di Indonesia sangat
bervariasi, tergantung di mana seseorang hidup dan status sosial
orang tersebut. Bagi yang tinggal di daerah yang dianggap penting
dalam peperangan, mereka mengalami siksaan,
terlibat perbudakan
seks, penahanan sembarang dan hukuman mati, dan kejahatan
perang lainnya. Orang Belanda dan campuran Indonesia-Belanda
merupakan target sasaran dalam penguasaan Jepang.
Selama masa pendudukan, Jepang juga membentuk persiapan
kemerdekaan yaitu BPUPKI (Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia)
atau (Dokuritsu junbi
chōsa-kai?) dalam bahasa
Jepang. Badan ini bertugas membentuk persiapan-persiapan
pra-kemerdekaan dan membuat dasar negara dan digantikan
oleh PPKI yang
bertugas menyiapkan kemerdekaan.
Cita
cita ekonomi merdeka
Para
pendiri bangsa, termasuk Bung Karno dan Bung Hatta, merumuskan apa
yang disebut “Cita-Cita Perekonomian”. Ada dua garis besar
cita-cita perekonomian kita. Pertama, melikuidasi sisa-sisa ekonomi
kolonial dan feodalistik. Kedua, memperjuangkan terwujudnya
masyarakat adil dan makmur.
Artinya, dengan penjelasan di atas,
berarti cita-cita perekonomian kita tidak menghendaki ketimpangan.
Para pendiri bangsa kita tidak menginginkan penumpukan kemakmuran di
tangan segelintir orang tetapi pemelaratan mayoritas rakyat.
Tegasnya, cita-cita perekonomian kita menghendaki kemakmuran seluruh
rakyat.
Supaya
cita-cita perekonomian itu tetap menjiwai proses penyelenggaran
negara, maka para pendiri bangsa sepakat memahatkannya dalam buku
Konstitusi Negara kita: Pasal 33 UUD 1945. Dengan demikian, Pasal 33
UUD 1945 merupakan sendi utama bagi pelaksanaan politik perekonomian
dan politik sosial Republik Indonesia.
Dalam
pasal 33 UUD 1945, ada empat kunci perekonomian untuk memastikan
kemakmuran bersama itu bisa tercapai. Pertama, adanya keharusan bagi
peran negara yang bersifat aktif dan efektif. Kedua, adanya keharusan
penyusunan rencana ekonomi (ekonomi
terencana). Ketiga, adanya penegasan soal
prinsip demokrasi ekonomi, yakni pengakuan terhadap sistem ekonomi
sebagai usaha bersama (kolektivisme).
Dan keempat, adanya penegasan bahwa muara dari semua aktivitas
ekonomi, termasuk pelibatan sektor swasta, haruslah pada
“sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Ekonomi
Indonesia setiap periode pemerintahan , orde lama, orde baru,
reformasi
Orde Lama
Orde Lama dibawah pimpinan Soekarno bersikap anti batuan
asing dan berorientasi ke dalam. Soekarno menyatakan bahwa nilai
kemerdekaan yang paling tinggi adalah berdiri di atas kaki sendiri
atau yang biasa disebut “berdikari” (Mas’oed, 1989:76).
Soekarno tidak menghendaki adanya bantuan luar negeri dalam membangun
perekonomian Indonesia. Pembangunan ekonomi Indonesia haruslah
dilakukan oleh Indonesia sendiri. Bahkan Soekarno melakukan kampanye
Ganyang Malaysia yang semakin memperkuat posisinya sebagai oposisi
bantuan asing. Semangat nasionalisme Soekarno menjadi pemicu sikapnya
yang tidak menginginkan pihak asing ikut campur dalam pembangungan
ekonomi Indonesia. Padahal saat itu di awal kemerdekaannya Indonesia
membutuhkan pondasi yang kuat dalam pilar ekonomi.
Sikap Soekarno yang anti bantuan asing pada akhirnya
membawa konsekuensi tersendiri yaitu terjadinya kekacauan ekonomi di
Indonesia. Soekarno juga cenderung menutup Indonesia terhadap dunia
luar terutama negara-negara barat. Hal itu diperkeruh dengan
terjadinya inflasi hingga 600% per tahun pada 1966 yang pada akhirnya
mengakibatkan kekacauan ekonomi bagi Indonesia. Kepercayaan
masyarakat pada era Orde Lama kemudian menurun karena rakyat tidak
mendapatkan kesejahteraan dalam bidang ekonomi.
Orde Baru
Masa Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto. Di era Orde
Baru di bawah pimpinan Soeharto, slogan “Politik sebagai Panglima”
berubah menjadi “Ekonomi sebagai Panglima”. Karena pada masa ini,
pembangunan ekonomi merupakan keutamaan, buktinya,
kebijakan-kebijakan Soeharto berorientasi kepada pembangunan ekonomi.
Kepemimpinan era Soeharto juga berbanding terbalik dengan
kepemimpinan era Soekarno. Jika kebijakan Soekarno cenderung menutup
diri dari negara-negara barat, Soeharto malah berusaha menarik modal
dari negara-negara barat itu. Perekonomian pada masa Soeharto juga
ditandai dengan adanya perbaikan di berbagai sector dan pengiriman
delegasi untuk mendapatkan pinjaman-pinjaman dari negara-negara barat
dan juga IMF. Orde Baru cenderung berorientasi keluar dalam membangun
ekonomi. Awalnya bantuan asing sulit diperoleh karena mereka telah
dikecewakan oleh Soekarno, namun dnegan berbagai usaha dan pendekatan
yang dilakukan kucuran dana asing tersebut akhirnya diterima
Indonesia.
Namun, bantuan tersebut tidak serta merta membuat
Indonesia tumbuh dengan prestasi ekonomi, Indonesia ternyata semakin
terjerat keterpurukan perekonomian dalam negeri akibat syarat-syarat
dan bunga yang telah direncanakan negara penyuntik bantuan. Booth
(1999) menjelaskan kegagalan industri dalam negeri dipasar global
serta terjun bebasnya nilai rupiah juga menjadi warisan keterpurukan
ekonomi pada Orde Baru yang berorientasi pada pembangunan ekonomi
keluar. Maka, kini hal tersebut menjadi tantangan pemerintahan
reformasi untuk menuntaskan permasalahan ekonomi dalam negeri.
Era Reformasi
Reformasi ditandai dengan lengsernya Presiden Soeharto
dan diangkatnya BJ Habibie yang saat itu menjabat sebagai Wakil
Presiden menjadi Presiden Indonesia. Hal ini disebabkan oleh tidak
mampunya Soeharto mengalami permasalahan ekonomi serta semakin
mewabahnya KKN (korupsi, kolusi, nepotisme). Naiknya nilai tukar
dollar secara tak tertahankan pada zaman Orde Baru, menyebabkan
naiknya berbagai kebutuhan pokok Indonesia. Namun, secara perlahan
nilai tukar dollar terhadap rupiah ini semakin menurun hingga saat
ini.
Sebenarnya Indonesia tidak perlu terlalu berpacu pada
orientasi ke luar atau ke dalam. Orientasi ekonomi di Indonesia harus
lebih fleksibel. Karena dengan hal tersebut maka ekonomi di Indonesia
tidak hanya berpusat di dalam negeri tanpa mau menerima bantuan
asing, juga tidak hanya berkonsentrasi pada bantuan asing tanpa
memperhatikan kemampuan yang dimiliki oleh Indonesia sendiri.
Alangkah lebih baiknya jika orientasi ke dalam maupun ke luar dapat
seimbang, sehingga Indonesia yang tentu saja masih memiliki
kekurangan dapat menerima berbagai bantuan luar negeri secara wajar,
yang kemudian tidak lupa untuk memaksimalkan sumber-sumber yang ada
di Indonesia sendiri, baik itu SDA maupun SDM di Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar