Kamis, 30 Juni 2016

Usaha Kecil Dan Menengah

Definisi UKM
Usaha kecil dan menengah ( UKM ) adalah jenis usaha yang paling banyak jumlahnya di Indonesia , tetapi saat ini batasan mengenai kriteria usaha kecil di Indonesia masih beragam . Pengertian kecil dalam usaha kecil bersifat relative, sehingga perlu ada batasan yang dapat menimbulkan definisi-definisi dari berbagai segi.
Menurut M.Tohar dalam bukunya Membuat Usaha Kecil (1999:2) definisi usaha kecil dari berbagi segi adalah sebagai berikut :
  1. Berdasarkan total asset
Pengusaha kecil adalah pengusaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan dalam membuat usaha.
  1. Berdasarkan total penjualan
Pengusaha kecil adalah pengusaha yang memiliki hasil total penjualan bersih/tahun paling banyak Rp.1.000.000.000
  1. Berdasarkan status kepemilikan
Pengusaha kecil adalah pengusaha berbentuk perseorangan yang bisa berbadan hukum atau tidak berbadan hukum yang didalamnya termasuk koperasi.
Adapun pengertian Usaha Kecil dan Menengah (UKM) menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut :
  1. Menurut Departemen Keuangan
Usaha kecil adalah usaha produksi milik keluarga atau perorangan WNI yang memiliki asset penjualan paling banyak Rp. 1 miliar / tahun.
  1. Menurut Menteri Negara Koperasi dan UKM
Usaha kecil adalah usaha milik WNI baik perorangan maupun berbadan hukum yang memiliki kekayaan bersih sebanyak-banyaknya Rp.200.000.000 dan mempuyai nilai output Rp.1.000.000.000 dan usaha tersebut berdiri sendiri.
  1. Menurut Bank Dunia ( World Bank )
Usaha kecil adalah usaha gabungan atau usaha keluarga dengan tenaga kerja kurang dari 100 orang, termasuk di dalamnya usaha yang hanya dikerjakan oleh satu orang yang sekaligus bertindak sebagai pemilik. Usaha kecil merupakan usaha untuk  mempertahankan hidup yang kebutuhan keuangannya dipenuhi oleh tabungan dan pinjaman berskala kecil.
  1. Menurut ILO ( International Labour Organization )
Usaha kecil adalah usaha yang mempekerjakan maksimal 10 orang dan menggunakan teknologi sederhana, asset minim dan kemampuan manajerial rendah serta tidak membayar pajak.
Pengertian Usaha Kecil dan Menengah ( UKM ) dari berbagai literatur memiliki beberapa persamaan, sehingga dari pendapat-pendapat tersebut dapat diambil satu kesimpulan bahwa Usaha Kecil dan Menengah ( UKM ) adalah sebuah perusahaan baik berbadan hukum atau tidak , yang memiliki tenaga kerja 1-100 orang lebih, milik WNI dengan total penjualan maksimal Rp.1 miliar/tahun.
 
Perkembangan Jumlah Unit dan Tenaga Kerja di UKM
Selama tahun 1997-2001 jumlah unit usaha dari semua skala mengalami peningkatan sebesar 430.404 unit dari 39.767.207 unit tahun 1997, menjadi 40.197.611 unit tahun 2001. Secara parsial, kelompok unit usaha yang paling banyak adalah usaha kecil, yang jumlahnya tahun 1997 sebesar 39,7 juta unit lebih dan tahun 2001 diperkirakan mencapai 40 juta unit lebih. Saat krisis ekonomi mencapai klimaksnya pada tahun 1998, usha dari semua kategori mengalami pertumbuhan negatif, yang mana jumlah usaha kecil sendiri berkurang hampir 3 juta unit atau pertumbuhan sekitar -7,4%. sedangkan, usaha menengah dan usaha bersama mengalami pertumbuhan negatif lebih besar, yakni masing-masing 14,2% dan 12,7%. Perbedaan ini mengidentifikasi bahwa usaha menengah dan usaha bersama mengalami efek negatif lebih besar dibandingkan usaha kecil dari krisis ekonomi.
Jumlah unit UKM bervariasi menurut sektor, dan terutama usaha kecil terkonsentrasi di pertanian, peternakan,kehutanan, dan perikanan. Tahun 1997, jumlah usaha kecil di sektor tersebut tercatat 22.511.588 unit, dan tahun 1998 jumlahnya meningkat menjadi 23.097.871 unit, atau tumbuh 2,6% (dibandingkan usaha menengah yang tumbuh 1,2%) Variasi ini erat kaitanya dengan sifat alamiah yang berbeda antarsektor, misal dalam aspek-aspek pasar (voleme, struktur, dan sistem atau pola persaingan, perubahan harga, dan sistem distribusi); ketersedian input, kebutuhan dan ketersediaan teknologi, SDM dan modal, kebijakan sektoral dan ekonomi makro, dan bentuk serta tingkat persaingan antara sesama UKM dan antara UKM dengan usaha bersama dan produk-produk impor.
Secara teori, perbedaan kinerja UKM di sektor pertanian dengan kinerja UKM di sektor industri pengolahan dapat dijelaskan dengan pendekatan analisis dari sisi penawaran dan sisi permintaan. Dari sisi penawaran, UKM di sektor pertanian (atau usaha pertanian pada umumnya) tidak mengalami supply bottleneck akibat depresi rupiah seperti yang banyak dialami oleh UKM di sektor industri pengolahan. Alasan utamanya adalah karena UKM di sektor pertanian tidak terlalu tergantung pada impor bahan baku dan inputlainnya dan juga tidak pada kredit perbankan;
sedangkan di sektor industri pengolahan banyak sekali UKM yang memakai bahan baku, alat-alat produksi dan input lainnya yang diimpor, serta yang membiayai produksinya dengan pinjaman dari bank atau daru usaha bersama lewat program-program kemitraan usaha yang dipelopori pemerintah pada zaman Soeharto. Selain itu, selama krisis banyak orang yang di PHK di sektor industri pengolahan, kembali ke desa asalnya dan membuka pertanian skala kecil, dan ini tentu menambah jumlah unit UKM di sektor tersebut. Dari sisi permintaan,pasar domestik untuk komoditi-komoditi pertanian tetap besar,sekalipun pada masa krisis karena orang tetap harus makan; sementara pasar luar negeri semakin terbuka karena daya saing harga dari komoditi-komoditi petanian di indonesia mengalami peningkatan pada saat nilai tukar rupiah mengalami penurunan.
Distribusi jumlah unit menurut skala usaha dan sektor menunjukkan bahwa di satu sisi, UKM memiliki keunggulan atas usaha bersama di pertanian, dan di sisi lain, dilihat dari jenis produk yang dibuat, jenis teknologi dan alat-alat produksi yang dipakai, dan metode produksi yang diterapkan, UKM di Indonesia pada umumnya masih dari kategori usaha ‘primitif’. Hal ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan UKM di negara-negara seperti Korea Selatan, Jepang, dan Taiwan yang sangat unggul dalam produksi barang-barang jadi maupun setengah jadi seperti komponen-komponen mesin, otomotif, dan alat-alat elektronika.
UKM di Indonesia sangat penting terutama dalam penciptaan/pertumbuhan kesempatan kerja, menunjukan bahwa kelompok usaha ini mengerjakan jauh lebih banyak orang dibandingkan jumlah orang yang bekerja di usaha bersama.Pentingnya UKM sebagai salah satu sumber pertumbuhan kesempatan kerja di indonesia tidak hanya tercerminkan pada kondisi statis, yakni jumlah orangyang bekerja di kelompok usaha tersebut yang jauh lebih banyak daripada yang diserap oleh usaha bersama, tetapi juga dapat dilihat pada kondisi dinamis, yakni dari laju kenaikannya setiap tahun yang lebih tinggi daripada di usaha bersama. Di dalam kelompok UKM juga terdapat perbedaan antara usaha kecil dan usaha menengah.
Nilai Output dan Nilai Tambah
Peran UKM di Indonesia dalam bentuk kontribusi output terhadap pembentukan atau pertumbuhan PDB cukup besar, walaupun tidak sebesar kontribusinya terhadap penciptaan kesempatan kerja. Kontribusi nilai output atau nilai tambah terhadap pembentukan PDB jauh lebih besar dibandingkan kontribusi dari usaha menengah. Akan tetapi, perbedaan ini tidak dikarenakan tingkat produktivitas di usaha kecil lebih tinggi daripada di usaha menengah, melainkan lebih didorong oleh jumlah unit dan tenaga kerja yang memang jauh lebih banyak di usaha kecil dibandingkan di usaha menengah dan usaha bersama.
Dari data BPS (statistik Indonesia 2001) mengenai nilai output dan nilai tambah dari usaha kecil di sektor industri manufaktur menurut kelompok industri (kode 31 s/d 39), ada beberapa hal yang menarik. pertama, nilai output atau nilai tambah bervariasi menurut subsektor, dan yang paling banyak (seperti juga ditunjukan oleh data dari sumber lain) yakni makanan, dan minuman, dan tembakau (31),tekstil dan produk-produknya (TPT), dan kulit serta produk-produknya(32), dan kaqyu beserta produk-produknya (33), yang memberi suatu kesan bahwa IK dan IMI pada umumnya lebih unggul di ketiga subsektor itu dibandingkan di subsektor-subsektor lainnya. Kedua, di beberapa kelompok industri seperti 31 dan 33, nilai output atau nilai tambah dari IMI lebih besar dibandingkan IK.
Sedangkan hasil SUSI (2000) menyajikan data mengenai nilai produk bruto (nilai output), biaya antara, dan upah serta gaji dari usaha tidak berbadan hukum. Dari selisih antara nilai output dan biaya antara, bisa didapat suatu gambaran mengenai besarnya nilai tambah yang diciptakan oleh kelompok usaha ini. Perdagangan besar,eceran, dan rumah makan serta jasa akomodasi merupakan sektor dimana usaha tidak berbadan hukum menghasilkan nilai output paling besar; disusul kemudian industri pengolahan. Disektor terakhir ini, nilai output dari IMI sedikit lebih kecil dibandingkan nilai output yang diciptakan oleh Ik. Didalam SUSI 2000, nilai output dan perhitungan nilai tambahnya dari usaha tidak berbadan hukum juga di jabarkan menurut wilayah.
Ekspor
Selain kontribusinya terhadap pertumbuhan kesempatan kerja dan sebagai salah satu sumber penting pendapatan, UKM di Indonesia juga sangat diharapkan karena memang mempunyai potensi besar sebagai salah satu sumber penting perkembangan (diversifikasi) dan pertumbuhan ekspor, khususnya ekspor manufaktur. Kemampuan UKM Indonesia untuk merealisasikan potensi eskspornya ditentukan oleh suatu kombinasi dari sejumlah faktor-faktor keunggulan relatif yang dimiliki UKM Indonesia atas pesaing-pesaingnya, baik dari dalam maupun luar negeri. Dalam konteks ekonomi/ perdagangan internasional, pengertian dari keunggulan relatif dapat didekati dengan keunggulan komperatif . Keunggulan komporatif yang dimiliki usaha kecil Indonesia terutama sifatnya yang padat karya (dan Indonesia memiliki jumlah tenaga kerja yang besar), keterampilan “Tradisional“ yang dimiliki pengusaha kecil (dan pekerja-pekerja) dalam mambuat produk terutama barang-barang kerajinan (yang merupakan keterampilan masyarakat yang sudah dimiliki lama dari generasi ke generasi), dan bahan baku yang berlimpah (khususnya produk berbasis pertanian). Sayangnya Usaha kecil di Indonesia relatif masih lemah terutama dalam SDM di banding manajemen, pemasaran, proses produksi yang modern atau lebih maju (diluar produksi secara tradisional), inovasi dan penguasaan teknologi.
Hasil SUSI 2000, memberikan fakta empiris mengenai banyaknya usaha tidak berbadan hukum yang melakukan ekspor (secara langsung maupun tidak langsung lewat perantara seperti pedagang, perusahaan perdagangan atau trading houses). Dari survei ini ada dua hal yang menarik. Pertama, dari 14.948 unit yang melakukan penjualan kepasar luar negri sebagian besar adalah dari kategori IK (13.191 unit), pola distribusi ini memberi suatu indikasi bahwa Ik lebih berorientasi ekspor dibandingkan IMI. Hal kedua yang menarik adalah bahwa dari 20.454 unit yang melakukan ekspor, tidak semuanya menjual 100% dari produk mereka ke pasar luar negri. Ada yang mengekspor sebagian kecil saja dari produk mereka dan sisanya dijual ke pasar domestik.
Hasil SUSI 2000 juga memberikan informasi mengenai distribusi dari 20.454 unit yang melakukan ekspor menurut wilayah. Sebagian besar terdapat di jawa dan Bali, seperti yang di bahas sebelumnya erat kaitannya dengan kenyataan bahwa populoasi dari usaha kecil di Indonesia terkonsentrasi di Jawa dan Bali. Hal yang menarik dari data ini bahwa tidak ada satu unit pun di kalimantan dan maluku serta Irian jaya yang melakukan ekspor. Hal ini memberi kesan usaha kecil di kawasan Barat lebih maju dan lebih berorientasi ekspor dibandingkan rekannya dikawasan Timur (kecuali sulawesi dan nusa tenggara yang jumlahnya relatif kecil).
Prospek UKM Dalam Era Perdagangan Bebas dan Globalisasi Perekonomian Dunia
Bagi setiap unit usaha dari semua skala dan di semua sektor ekonomi, era
perdagangan bebas dan globalisasi perekonomian dunia di satu sisi akan menciptakan banyak kesempatan. Namun disisi lain akan menciptakan bamyak tantangan yang apabila tidak dapat dihadapi dengan baik akan menjelma menjadi ancaman. Bentuk kesempatan dan tantangan yang akan muncul tentu akan berbeda menurut jenis kegiatan ekonomi yang berbeda. Globalisasi perekonomian dunia juga memperbesar ketidakpastian terutama karena semakin tingginya mobilisasi modal, manusia, dan sumber daya produksi lainnya serta semakin terintegrasinya kegiatan produksi, investasi dan keuangan antarnegara yang antara lain dapat menimbulkan gejolak-gejolak ekonomi di suatu wilayah akibat pengaruh langsung dariketikstabilan ekonomi di wilayah lain.
  1. Sifat Alami dari Keberadaan UKM
Laju pertumbuhan negatif dari jumlah usaha kecil lebih kecil dibandingkan apa yang dialami oleh usaha menengah dan usaha bersama. Perbedaan ini disuatu sisi memberi suatu kesan bahwa pada umumnya usaha kecil lebih “ tahan banting” dibandingkan dua kelompok usaha lainnya itu dalam menghadapi suatu gejolak ekonomi. Relatif lebih baiknya usaha kecil dibandingkan usaha menengah atau usaha bersama dalam menghadapi krisis ekonomi tahun tahun 1998 tidak lepas dengan sifat alami dari keberadaan usaha menengah, apalagi usaha bersama di indonesia. Sifat alami yang berbeda ini sangat penting untuk dipahami, agar dapat memprediksi masa depan usaha kecil atau usaha kecil dan usaha menengah.
Seperti dibanyak LCDs lainnya, usaha kecil di Indonsia didominasi oleh unit-unit usaha tradisional, yang di satu sisi, dapat di bangun dan beroperasi hanya dengan modal kerja dan modal investasi kecil dan tanpa perlu menerapkan sistem organisasi dan manajemen modern
yang kompleks dan mahal, seperti di usaha-usaha modern (usaha bersama dan hingga tingkat tertentu usaha menengah), dan di sisi lain, berbeda dengan usaha menengah, usaha kecil pada
umumnya membuat barang-barang konsumsi sederhana untuk kebutuhan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Untuk membuat barang-barang tersebut, usaha kecil tidak terlalu memerlukan tenaga kerja  dengan tingkat pendidikan formal yang tinggi dan harus digaji mahal (tidak perlu memakai seorang manajer dengan diploma MBA atau yang memiliki diploma sarjana ekonomi atau seorang insinyur) dan tidak membutuhkan teknologi (T) canggih dalam bentuk mesin-mesin dan alat-alat produksi modern, oleh karena itu, tidak mengherankan bila melihat Indonesia adalah dari kelompok masyarakat berpendidikan rendah (SD), dan kebanyakan dari mereka menggunakan mesin serta alat produksi sederhana atau hasil rekayasa sendiri.
Implikasi dari sifat alami ini bebeda dengan usaha menengah dan usaha bersama. Usaha kecil sebenarnya tidak terlalu tergantung pada fasilitas-fasilitas dari pemerintah termasuk skim-skim krdit murah. Banyak studi yang menunjukan bahwa ketergantungan usaha kecil terhadap modal dari sumer-sumber informal jauh lebih besar daripada terhadap kredit perbankan karena berbagai alasan.
  1. 2.Kemampuan UKM
Dalam era perdagangan bebas dan globalisasi perekonomian dunia, kemajuan teknologi, penguasaan ilmu pengetahuan, dan kualitas SDM yang tinggi (profesionalisme) merupakan tiga faktor keunggulan kompetitif yang akan menjadi dominan dalam menentukan bagus tidaknya prospek dari suatu usaha. Jika pengusaha kecil dan menengah Indonesia tidak memiliki ketiga keunggulan kompetitif tersebut bahkan, UKM indonesia akan terancam tergusur dari segmen pasarnya sendiri oleh produk-produk M dengan harga yang lebih murah dan kualitas serta disain yang lebih baik, seperti yang terjadi sekaarang dengan membanjirnya barang-barang dari Cina sampai kepasar-pasar tradisional.
Pentingnya ketiga faktor keunggulan kompetitif tersebut dikombinasikan dengan faktor-faktor kekuatan lainnya yang sangat menentukan prospek UKM di masa depan. Didalam era perdagangan bebas dan globalisasi perekonomian dunia, lingkungan eksternal domestik dipengaruhi oleh tiga faktor penting, yang merupakan tiga tantangan yang dihadapi oleh setiap perusahaan di Indonesia. Jika perusahaan-perusahaan di Indonesia tidak siap, tantangan-tantangan tersebut bisa berubah menjadi ancaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar