Definisi UKM
Usaha kecil dan menengah (
UKM ) adalah jenis usaha yang paling banyak jumlahnya di Indonesia ,
tetapi saat ini batasan mengenai kriteria usaha kecil di Indonesia
masih beragam . Pengertian kecil dalam usaha kecil bersifat relative,
sehingga perlu ada batasan yang dapat menimbulkan definisi-definisi
dari berbagai segi.
Menurut M.Tohar dalam
bukunya Membuat Usaha Kecil (1999:2) definisi usaha kecil dari
berbagi segi adalah sebagai berikut :
- Berdasarkan total asset
Pengusaha kecil adalah
pengusaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.200.000.000
tidak termasuk tanah dan bangunan dalam membuat usaha.
- Berdasarkan total penjualan
Pengusaha kecil adalah
pengusaha yang memiliki hasil total penjualan bersih/tahun paling
banyak Rp.1.000.000.000
- Berdasarkan status kepemilikan
Pengusaha kecil adalah
pengusaha berbentuk perseorangan yang bisa berbadan hukum atau tidak
berbadan hukum yang didalamnya termasuk koperasi.
Adapun pengertian Usaha
Kecil dan Menengah (UKM) menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut
:
- Menurut Departemen Keuangan
Usaha kecil adalah usaha
produksi milik keluarga atau perorangan WNI yang memiliki asset
penjualan paling banyak Rp. 1 miliar / tahun.
- Menurut Menteri Negara Koperasi dan UKM
Usaha kecil adalah usaha
milik WNI baik perorangan maupun berbadan hukum yang memiliki
kekayaan bersih sebanyak-banyaknya Rp.200.000.000 dan mempuyai nilai
output Rp.1.000.000.000 dan usaha tersebut berdiri sendiri.
- Menurut Bank Dunia ( World Bank )
Usaha kecil adalah usaha
gabungan atau usaha keluarga dengan tenaga kerja kurang dari 100
orang, termasuk di dalamnya usaha yang hanya dikerjakan oleh satu
orang yang sekaligus bertindak sebagai pemilik. Usaha kecil merupakan
usaha untuk mempertahankan hidup yang kebutuhan keuangannya
dipenuhi oleh tabungan dan pinjaman berskala kecil.
- Menurut ILO ( International Labour Organization )
Usaha kecil adalah usaha
yang mempekerjakan maksimal 10 orang dan menggunakan teknologi
sederhana, asset minim dan kemampuan manajerial rendah serta tidak
membayar pajak.
Pengertian Usaha Kecil dan
Menengah ( UKM ) dari berbagai literatur memiliki beberapa persamaan,
sehingga dari pendapat-pendapat tersebut dapat diambil satu
kesimpulan bahwa Usaha Kecil dan Menengah ( UKM ) adalah sebuah
perusahaan baik berbadan hukum atau tidak , yang memiliki tenaga
kerja 1-100 orang lebih, milik WNI dengan total penjualan maksimal
Rp.1 miliar/tahun.
Perkembangan Jumlah Unit
dan Tenaga Kerja di UKM
Selama tahun 1997-2001
jumlah unit usaha dari semua skala mengalami peningkatan sebesar
430.404 unit dari 39.767.207 unit tahun 1997, menjadi 40.197.611 unit
tahun 2001. Secara parsial, kelompok unit usaha yang paling banyak
adalah usaha kecil, yang jumlahnya tahun 1997 sebesar 39,7 juta unit
lebih dan tahun 2001 diperkirakan mencapai 40 juta unit lebih. Saat
krisis ekonomi mencapai klimaksnya pada tahun 1998, usha dari semua
kategori mengalami pertumbuhan negatif, yang mana jumlah usaha kecil
sendiri berkurang hampir 3 juta unit atau pertumbuhan sekitar -7,4%.
sedangkan, usaha menengah dan usaha bersama mengalami pertumbuhan
negatif lebih besar, yakni masing-masing 14,2% dan 12,7%. Perbedaan
ini mengidentifikasi bahwa usaha menengah dan usaha bersama mengalami
efek negatif lebih besar dibandingkan usaha kecil dari krisis
ekonomi.
Jumlah unit UKM bervariasi
menurut sektor, dan terutama usaha kecil terkonsentrasi di pertanian,
peternakan,kehutanan, dan perikanan. Tahun 1997, jumlah usaha kecil
di sektor tersebut tercatat 22.511.588 unit, dan tahun 1998 jumlahnya
meningkat menjadi 23.097.871 unit, atau tumbuh 2,6% (dibandingkan
usaha menengah yang tumbuh 1,2%) Variasi ini erat kaitanya dengan
sifat alamiah yang berbeda antarsektor, misal dalam aspek-aspek pasar
(voleme, struktur, dan sistem atau pola persaingan, perubahan harga,
dan sistem distribusi); ketersedian input, kebutuhan dan ketersediaan
teknologi, SDM dan modal, kebijakan sektoral dan ekonomi makro, dan
bentuk serta tingkat persaingan antara sesama UKM dan antara UKM
dengan usaha bersama dan produk-produk impor.
Secara teori, perbedaan
kinerja UKM di sektor pertanian dengan kinerja UKM di sektor industri
pengolahan dapat dijelaskan dengan pendekatan analisis dari sisi
penawaran dan sisi permintaan. Dari sisi penawaran, UKM di sektor
pertanian (atau usaha pertanian pada umumnya) tidak mengalami supply
bottleneck akibat depresi rupiah seperti yang banyak dialami oleh UKM
di sektor industri pengolahan. Alasan utamanya adalah karena UKM di
sektor pertanian tidak terlalu tergantung pada impor bahan baku dan
inputlainnya dan juga tidak pada kredit perbankan;
sedangkan di sektor industri
pengolahan banyak sekali UKM yang memakai bahan baku, alat-alat
produksi dan input lainnya yang diimpor, serta yang membiayai
produksinya dengan pinjaman dari bank atau daru usaha bersama lewat
program-program kemitraan usaha yang dipelopori pemerintah pada zaman
Soeharto. Selain itu, selama krisis banyak orang yang di PHK di
sektor industri pengolahan, kembali ke desa asalnya dan membuka
pertanian skala kecil, dan ini tentu menambah jumlah unit UKM di
sektor tersebut. Dari sisi permintaan,pasar domestik untuk
komoditi-komoditi pertanian tetap besar,sekalipun pada masa krisis
karena orang tetap harus makan; sementara pasar luar negeri semakin
terbuka karena daya saing harga dari komoditi-komoditi petanian di
indonesia mengalami peningkatan pada saat nilai tukar rupiah
mengalami penurunan.
Distribusi jumlah unit
menurut skala usaha dan sektor menunjukkan bahwa di satu sisi, UKM
memiliki keunggulan atas usaha bersama di pertanian, dan di sisi
lain, dilihat dari jenis produk yang dibuat, jenis teknologi dan
alat-alat produksi yang dipakai, dan metode produksi yang diterapkan,
UKM di Indonesia pada umumnya masih dari kategori usaha ‘primitif’.
Hal ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan UKM di negara-negara
seperti Korea Selatan, Jepang, dan Taiwan yang sangat unggul dalam
produksi barang-barang jadi maupun setengah jadi seperti
komponen-komponen mesin, otomotif, dan alat-alat elektronika.
UKM di Indonesia sangat
penting terutama dalam penciptaan/pertumbuhan kesempatan kerja,
menunjukan bahwa kelompok usaha ini mengerjakan jauh lebih banyak
orang dibandingkan jumlah orang yang bekerja di usaha
bersama.Pentingnya UKM sebagai salah satu sumber pertumbuhan
kesempatan kerja di indonesia tidak hanya tercerminkan pada kondisi
statis, yakni jumlah orangyang bekerja di kelompok usaha tersebut
yang jauh lebih banyak daripada yang diserap oleh usaha bersama,
tetapi juga dapat dilihat pada kondisi dinamis, yakni dari laju
kenaikannya setiap tahun yang lebih tinggi daripada di usaha bersama.
Di dalam kelompok UKM juga terdapat perbedaan antara usaha kecil dan
usaha menengah.
Nilai Output dan Nilai
Tambah
Peran UKM di Indonesia dalam
bentuk kontribusi output terhadap pembentukan atau pertumbuhan PDB
cukup besar, walaupun tidak sebesar kontribusinya terhadap penciptaan
kesempatan kerja. Kontribusi nilai output atau nilai tambah terhadap
pembentukan PDB jauh lebih besar dibandingkan kontribusi dari usaha
menengah. Akan tetapi, perbedaan ini tidak dikarenakan tingkat
produktivitas di usaha kecil lebih tinggi daripada di usaha menengah,
melainkan lebih didorong oleh jumlah unit dan tenaga kerja yang
memang jauh lebih banyak di usaha kecil dibandingkan di usaha
menengah dan usaha bersama.
Dari data BPS (statistik
Indonesia 2001) mengenai nilai output dan nilai tambah dari usaha
kecil di sektor industri manufaktur menurut kelompok industri (kode
31 s/d 39), ada beberapa hal yang menarik. pertama, nilai output atau
nilai tambah bervariasi menurut subsektor, dan yang paling banyak
(seperti juga ditunjukan oleh data dari sumber lain) yakni makanan,
dan minuman, dan tembakau (31),tekstil dan produk-produknya (TPT),
dan kulit serta produk-produknya(32), dan kaqyu beserta
produk-produknya (33), yang memberi suatu kesan bahwa IK dan IMI pada
umumnya lebih unggul di ketiga subsektor itu dibandingkan di
subsektor-subsektor lainnya. Kedua, di beberapa kelompok industri
seperti 31 dan 33, nilai output atau nilai tambah dari IMI lebih
besar dibandingkan IK.
Sedangkan hasil SUSI (2000)
menyajikan data mengenai nilai produk bruto (nilai output), biaya
antara, dan upah serta gaji dari usaha tidak berbadan hukum. Dari
selisih antara nilai output dan biaya antara, bisa didapat suatu
gambaran mengenai besarnya nilai tambah yang diciptakan oleh kelompok
usaha ini. Perdagangan besar,eceran, dan rumah makan serta jasa
akomodasi merupakan sektor dimana usaha tidak berbadan hukum
menghasilkan nilai output paling besar; disusul kemudian industri
pengolahan. Disektor terakhir ini, nilai output dari IMI sedikit
lebih kecil dibandingkan nilai output yang diciptakan oleh Ik.
Didalam SUSI 2000, nilai output dan perhitungan nilai tambahnya dari
usaha tidak berbadan hukum juga di jabarkan menurut wilayah.
Ekspor
Selain kontribusinya
terhadap pertumbuhan kesempatan kerja dan sebagai salah satu sumber
penting pendapatan, UKM di Indonesia juga sangat diharapkan karena
memang mempunyai potensi besar sebagai salah satu sumber penting
perkembangan (diversifikasi) dan pertumbuhan ekspor, khususnya ekspor
manufaktur. Kemampuan UKM Indonesia untuk merealisasikan potensi
eskspornya ditentukan oleh suatu kombinasi dari sejumlah
faktor-faktor keunggulan relatif yang dimiliki UKM Indonesia atas
pesaing-pesaingnya, baik dari dalam maupun luar negeri. Dalam konteks
ekonomi/ perdagangan internasional, pengertian dari keunggulan
relatif dapat didekati dengan keunggulan komperatif . Keunggulan
komporatif yang dimiliki usaha kecil Indonesia terutama sifatnya yang
padat karya (dan Indonesia memiliki jumlah tenaga kerja yang besar),
keterampilan “Tradisional“ yang dimiliki pengusaha kecil (dan
pekerja-pekerja) dalam mambuat produk terutama barang-barang
kerajinan (yang merupakan keterampilan masyarakat yang sudah dimiliki
lama dari generasi ke generasi), dan bahan baku yang berlimpah
(khususnya produk berbasis pertanian). Sayangnya Usaha kecil di
Indonesia relatif masih lemah terutama dalam SDM di banding
manajemen, pemasaran, proses produksi yang modern atau lebih maju
(diluar produksi secara tradisional), inovasi dan penguasaan
teknologi.
Hasil SUSI 2000, memberikan
fakta empiris mengenai banyaknya usaha tidak berbadan hukum yang
melakukan ekspor (secara langsung maupun tidak langsung lewat
perantara seperti pedagang, perusahaan perdagangan atau trading
houses). Dari survei ini ada dua hal yang menarik. Pertama, dari
14.948 unit yang melakukan penjualan kepasar luar negri sebagian
besar adalah dari kategori IK (13.191 unit), pola distribusi ini
memberi suatu indikasi bahwa Ik lebih berorientasi ekspor
dibandingkan IMI. Hal kedua yang menarik adalah bahwa dari 20.454
unit yang melakukan ekspor, tidak semuanya menjual 100% dari produk
mereka ke pasar luar negri. Ada yang mengekspor sebagian kecil saja
dari produk mereka dan sisanya dijual ke pasar domestik.
Hasil SUSI 2000 juga
memberikan informasi mengenai distribusi dari 20.454 unit yang
melakukan ekspor menurut wilayah. Sebagian besar terdapat di jawa dan
Bali, seperti yang di bahas sebelumnya erat kaitannya dengan
kenyataan bahwa populoasi dari usaha kecil di Indonesia
terkonsentrasi di Jawa dan Bali. Hal yang menarik dari data ini bahwa
tidak ada satu unit pun di kalimantan dan maluku serta Irian jaya
yang melakukan ekspor. Hal ini memberi kesan usaha kecil di kawasan
Barat lebih maju dan lebih berorientasi ekspor dibandingkan rekannya
dikawasan Timur (kecuali sulawesi dan nusa tenggara yang jumlahnya
relatif kecil).
Prospek UKM Dalam Era
Perdagangan Bebas dan Globalisasi Perekonomian Dunia
Bagi setiap unit usaha dari
semua skala dan di semua sektor ekonomi, era
perdagangan bebas dan globalisasi perekonomian dunia di satu sisi akan menciptakan banyak kesempatan. Namun disisi lain akan menciptakan bamyak tantangan yang apabila tidak dapat dihadapi dengan baik akan menjelma menjadi ancaman. Bentuk kesempatan dan tantangan yang akan muncul tentu akan berbeda menurut jenis kegiatan ekonomi yang berbeda. Globalisasi perekonomian dunia juga memperbesar ketidakpastian terutama karena semakin tingginya mobilisasi modal, manusia, dan sumber daya produksi lainnya serta semakin terintegrasinya kegiatan produksi, investasi dan keuangan antarnegara yang antara lain dapat menimbulkan gejolak-gejolak ekonomi di suatu wilayah akibat pengaruh langsung dariketikstabilan ekonomi di wilayah lain.
perdagangan bebas dan globalisasi perekonomian dunia di satu sisi akan menciptakan banyak kesempatan. Namun disisi lain akan menciptakan bamyak tantangan yang apabila tidak dapat dihadapi dengan baik akan menjelma menjadi ancaman. Bentuk kesempatan dan tantangan yang akan muncul tentu akan berbeda menurut jenis kegiatan ekonomi yang berbeda. Globalisasi perekonomian dunia juga memperbesar ketidakpastian terutama karena semakin tingginya mobilisasi modal, manusia, dan sumber daya produksi lainnya serta semakin terintegrasinya kegiatan produksi, investasi dan keuangan antarnegara yang antara lain dapat menimbulkan gejolak-gejolak ekonomi di suatu wilayah akibat pengaruh langsung dariketikstabilan ekonomi di wilayah lain.
- Sifat Alami dari Keberadaan UKM
Laju pertumbuhan negatif
dari jumlah usaha kecil lebih kecil dibandingkan apa yang dialami
oleh usaha menengah dan usaha bersama. Perbedaan ini disuatu sisi
memberi suatu kesan bahwa pada umumnya usaha kecil lebih “ tahan
banting” dibandingkan dua kelompok usaha lainnya itu dalam
menghadapi suatu gejolak ekonomi. Relatif lebih baiknya usaha kecil
dibandingkan usaha menengah atau usaha bersama dalam menghadapi
krisis ekonomi tahun tahun 1998 tidak lepas dengan sifat alami dari
keberadaan usaha menengah, apalagi usaha bersama di indonesia. Sifat
alami yang berbeda ini sangat penting untuk dipahami, agar dapat
memprediksi masa depan usaha kecil atau usaha kecil dan usaha
menengah.
Seperti dibanyak LCDs
lainnya, usaha kecil di Indonsia didominasi oleh unit-unit usaha
tradisional, yang di satu sisi, dapat di bangun dan beroperasi hanya
dengan modal kerja dan modal investasi kecil dan tanpa perlu
menerapkan sistem organisasi dan manajemen modern
yang kompleks dan mahal,
seperti di usaha-usaha modern (usaha bersama dan hingga tingkat
tertentu usaha menengah), dan di sisi lain, berbeda dengan usaha
menengah, usaha kecil pada
umumnya membuat
barang-barang konsumsi sederhana untuk kebutuhan kelompok masyarakat
berpenghasilan rendah. Untuk membuat barang-barang tersebut, usaha
kecil tidak terlalu memerlukan tenaga kerja dengan tingkat
pendidikan formal yang tinggi dan harus digaji mahal (tidak perlu
memakai seorang manajer dengan diploma MBA atau yang memiliki diploma
sarjana ekonomi atau seorang insinyur) dan tidak membutuhkan
teknologi (T) canggih dalam bentuk mesin-mesin dan alat-alat produksi
modern, oleh karena itu, tidak mengherankan bila melihat Indonesia
adalah dari kelompok masyarakat berpendidikan rendah (SD), dan
kebanyakan dari mereka menggunakan mesin serta alat produksi
sederhana atau hasil rekayasa sendiri.
Implikasi dari sifat alami
ini bebeda dengan usaha menengah dan usaha bersama. Usaha kecil
sebenarnya tidak terlalu tergantung pada fasilitas-fasilitas dari
pemerintah termasuk skim-skim krdit murah. Banyak studi yang
menunjukan bahwa ketergantungan usaha kecil terhadap modal dari
sumer-sumber informal jauh lebih besar daripada terhadap kredit
perbankan karena berbagai alasan.
- 2.Kemampuan UKM
Dalam era perdagangan bebas
dan globalisasi perekonomian dunia, kemajuan teknologi, penguasaan
ilmu pengetahuan, dan kualitas SDM yang tinggi (profesionalisme)
merupakan tiga faktor keunggulan kompetitif yang akan menjadi dominan
dalam menentukan bagus tidaknya prospek dari suatu usaha. Jika
pengusaha kecil dan menengah Indonesia tidak memiliki ketiga
keunggulan kompetitif tersebut bahkan, UKM indonesia akan terancam
tergusur dari segmen pasarnya sendiri oleh produk-produk M dengan
harga yang lebih murah dan kualitas serta disain yang lebih baik,
seperti yang terjadi sekaarang dengan membanjirnya barang-barang dari
Cina sampai kepasar-pasar tradisional.
Pentingnya ketiga faktor
keunggulan kompetitif tersebut dikombinasikan dengan faktor-faktor
kekuatan lainnya yang sangat menentukan prospek UKM di masa depan.
Didalam era perdagangan bebas dan globalisasi perekonomian dunia,
lingkungan eksternal domestik dipengaruhi oleh tiga faktor penting,
yang merupakan tiga tantangan yang dihadapi oleh setiap perusahaan di
Indonesia. Jika perusahaan-perusahaan di Indonesia tidak siap,
tantangan-tantangan tersebut bisa berubah menjadi ancaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar